Para aktivis kebebasan media internet memuji keputusan Mahkamah Agung India yang mencabut sebuah undang-undang kontroversial yang dinilai melanggar kebebasan berpendapat di internet, Selasa (24/3).
Namun, di India yang diperkirakan akan memiliki pengguna internet terbesar di dunia pada tahun 2018, muncul beberapa keprihatinan tentang penyensoran yang masih terjadi di internet.
Mahasiswa fakultas hukum berusia 24 tahun – Shreya Singhal – yang mempelopori perjuangan untuk mencabut UU itu mengatakan, yang mendorongnya mengajukan petisi ke Mahkamah Agung adalah penangkapan dua remaja putri pada tahun 2012 karena memasang dua pesan yang tampaknya tidak berbahaya. Seorang remaja putri mengecam penghentian kegiatan di kota Mumbai setelah meninggalnya seorang pemimpin nasionalis Hindu, Bal Thackeray dan seorang remaja putri lainnya memberi tanda "suka" pada pesan yang dipasang itu.
Seperti jutaan orang lainnya, Singhal terkejut mendengar penangkapan kedua remaja itu karena menurutnya bisa jadi ia adalah salah seorang yang juga memasang komentar serupa.
"UU itu menghukum orang yang menyatakan pendapat mereka melalui internet, padahal jika mereka menyampaikan pandangan itu lewat TV atau surat kabar, mereka tidak ditangkap," kata Singhal.
Ketika mencabut UU itu hari Selasa (24/3) Mahkamah Agung India mengatakan UU Teknologi Informasi itu samar-samar, dan tidak menjelaskan apa yang bisa dinilai menimbulkan "ketidaknyamanan" atau "gangguan serius". Hakim mengatakan UU itu menimbulkan dampak yang mengerikan pada kebebasan berpendapat karena langsung menghantam dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan berpendapat.
UU itu juga menimbulkan keprihatinan setelah beberapa orang baru-baru ini ditangkap karena memasang "pesan yang dianggap tidak pantas". Dalam suatu peristiwa terbaru, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun di negara bagian Uttar Pradesh ditangkap dan dibebaskan dengan uang jaminan karena memasang pesan yang dianggap "menghina" tentang pemimpin partai lokal Azam Khan. Beberapa orang lain yang juga sempat dijerat UU Teknologi Informasi itu adalah seorang pakar hukum di Kolkata dan seorang kartunis di Mumbai.
Pemerintah sebelumnya – yang meloloskan UU itu – mengatakan UU Teknologi Informasi itu perlu untuk memberantas pelanggaran dan pencemaran nama baik di internet, tetapi beberapa pengecam mengatakan UU itu digunakan oleh partai-partai politik untuk menekan menindas para pembangkang dan pengecam.
Putusan Mahkamah Agung juga menyulitkan pemerintah untuk memerintahkan perusahaan-perusahaan internet mencabut pesan internet.
Tetapi para aktivis kebebasan berpendapat mengatakan keprihatinan tentang penyensoran di internet belum sama sekali hilang. Mahkamah Agung memperkuat sebuah UU yang mengijinkan pemerintah memblokir situs-situs, dengan mengatakan tindakan itu disertai dengan berbagai persyaratan yang memadai.
Singhal – mahasiswa yang mempelopori pertarungan hukum itu mengatakan "sangat terharu" menanggapi kemenangan tentang kebebasan di internet itu.
Pandangannya juga tercermin dalam posting-posting di Twitter dan Facebook oleh orang di India – negara berpenduduk 1,2 juta orang dimana pertumbuhan akses internet berkembang sangat pesat.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR