Deman batu akik mewabah hampir ke seluruh penjuru tanah air, tak terkecuali Papua. Tak mengherankan jika dengan mudah kita dapat menemui warga yang menjual berbagai jenis batu akik, baik yang sudah diolah atau yang masih berbentuk bongkahan.
Fenomena batu akik ini seolah telah menciptakan lapangan pekerjaan baru yakni menjadi pencari dan penjual bongkahan batu.
Hasil menjual bongkahan batu yang cukup menjanjikan, sehingga muncul pedagang batu dadakan, dan ada juga yang beralih dari semula berdagang pinang berganti menjual bongkahan batu.
Salah seorang pencinta batu akik asal Timika, Yan Pieter Magal mengaku senang dengan fenomena batu akik karena dapat menjadi lapangan pekerjaan baru.
Namun ia juga khawatir karena fenomena batu akik berpotensi mengancam peninggalan purbakala zaman batu di Papua.
Kekhawatiran Yan bukan tanpa alasan. Mantan wakil ketua DPRD Kabupaten Mimika periode 2009-2014 ini mengaku sudah tiga kali menemukan kapak batu dijual bersama bongkahan batu.
"Kemarin saya sempat melihat-lihat koleksi batu akik dan bongkahan batu yang dijual di depan Terminal Bandara Sentani Jayapura. Saya kaget karena di antara bongkahan batu yang dijual, ada kapak batu peninggalan zaman batu. Saya sempat marah dan menanyakan asal batu itu dan langsung membeli batu itu seharga Rp 300.000," kata Yan Pieter Magal saat ditemui, Sabtu (11/4).
Sebelumnya Yan juga sempat mendapati kapak batu di tempat pemotongan batu di Timika, Kabupaten Mimika.
Setelah menanyakan asal batu itu, pemilik batu mengaku membeli dari tempat penjual cenderamata.
"Saya sudah laporkan kasus ini ke Mapolsek Mimika Baru, dan ketika memeriksa sejumlah toko cenderamata, kami kembali mendapat satu kapak batu," ucapnya.
Menurut Yan, kapak batu bagi masyarakat suku pegunungan tengah Papua sebagai alat untuk berburu, namun juga sebagai benda berharga yang menjadi alat pembayaran adat.
"Dulu kami tak bisa menikah jika tak punya barang ini. Kapak batu dan kulit bia (sejenis kerang) menjadi alat pembayaran adat yang sangat tinggi harganya," ujar dia.
Yan mendesak agar Pemerintah Provinsi Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan khususnya Majelis Rakyat Papua peduli untuk melindungi dan melestarikan peninggalan budaya suku-suku di Papua.
Ia khawatir jika tidak ada aturan, barang peninggalan sejarah Papua akan habis, bukan hanya karena fenomena batu akik tetapi karena barang habis dijual keluar Papua.
"Pemerintah Papua harus membuat aturan untuk melindungi peninggalan budaya Papua. Saya khawatir kapak batu peninggalan zaman batu di Papua, hanya tinggal cerita karena saat ini sudah ada yang tahu cara membuat kapak tersebut," kata Yan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR