Jenazah Eri Yunanto (21) akhirnya berhasil diangkat dari kawah Merapi sedalam kurang lebih 200 meter oleh Tim SAR gabungan, Selasa (19/5) pukul 11.41 WIB. Medan yang terjal, labil, dan suhu di kawah serta ancaman gas beracun menjadi ancaman yang menyulitkan tim.
Staf Search Mission Commander (SMC) Irwan Santosa menjelaskan, proses pengangkatan melewati tebing curam dengan kemiringan bervariatif, antara 45 sampai 90 derajat. Selain itu, tim juga menghadapi bahaya gas dan suhu panas yang fluktuatif.
Misi pengangkatan jasad Eri merupakan misi lanjutan setelah sehari sebelumnya, Senin (18/5), misi dihentikan lantaran sudah gelap. Saat misi dihentikan, jenazah Eri sudah berhasil diangkat dan ada di posisi 50 meter di bawah dinding kawah.
"Untuk Mas Eri sudah kita tarik ke atas dan kami kondisikan di titik aman," ujar pengendali misi pencarian (Search Mission Commander/SMC) operasi evakuasi, Suwiknya.
Misi pengangkatan kemudian dilanjutkan pada hari Selasa. Tepat pukul 06.00 WIB, tim SAR mulai bekerja melanjutkan misi tersebut.
Selain kendala yang dihadapi, proses pengangkatan korban dari dalam kawah ini juga baru kali pertama dilakukan. Kerja tim yang solid menjadi kunci keberhasilan proses pengangkatan pada hari pertama.
Tim SAR yang turun ke kawah berjumlah enam orang. Mereka adalah Andry Suzanto (SAR DIY), Rahmad Diyono (SAR DIY), Ridho (SAR DIY), Bakat Setiawan (Barameru Boyolali), Endro Sambodo (SAR DIY), dan Mukhsin (SAR DIY).
Enam orang yang ada di bawah ini sangat bergantung kepada rekan-rekannya lain yang ada di atas, yang selalu memberikan instruksi dan koordinasi melalui pesawat radio.
!break!
Ekstra hati-hati
Satu dari enam orang yang turun ke kawah tersebut adalah Bakat Setiawan atau yang oleh rekan-rekannya biasa dipangil Lahar.
Meski sudah dua kali memiliki pengalaman masuk ke kawah, ia harus ekstra hati-hati saat ikut dalam misi pengangkatan Eri Yunanto.
Turun bersama lima orang lainnya, Lahar menjelaskan hanya dua orang yang benar-benar turun ke kawah.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR