Seorang pemuda berdiri di atas ”jamur” setinggi sekitar 5 meter. Dia bergaya dan berfoto selfie. Pemuda itu nekat memanjat batu jamur meskipun ada papan imbauan yang berisi larangan memanjat jamur karena berbahaya dan dikhawatirkan merusak.
Bagian atas (tudung) yang lebih lebar dari bagian bawah (batang) tentu menyulitkan orang yang hendak menaiki. Tidak hati-hati, bisa tergelincir. Namun, itu tak menyurutkan niat orang yang ingin bergaya di atas jamur.
Di batu berbentuk jamur lain, sepasang muda-mudi meminta teman di bawahnya mengambil gambar mereka bergaya. Dua wanita warga negara asing tak mau ketinggalan. Mereka berpose duduk di batu jamur berbeda yang berjarak sekitar 4 meter. Di bawah bebatuan jamur berseliweran pengunjung lain mencari titik paling bagus untuk bergaya dan berfoto.
Pengunjung Bukit Jamur di Desa Bungah, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, datang silih berganti. Anak-anak, remaja, dan orangtua menikmati dengan takjub batu-batu jamur.
Mereka tidak peduli panas matahari yang menyengat. Pengunjung yang tidak mau kulitnya terbakar matahari menyewa payung Rp 3.000 atau Rp 5.000, tergantung ukurannya. Hendra (27) yang menyediakan jasa sewa payung menyebutkan dia bisa mendapatkan penghasilan Rp 100.000-Rp 200.000 dari penyewaan payung.
Bekas tambang
Bukit Jamur terletak di lahan bekas galian batuan kapur di Bukit Kaliwot, Desa Bungah. Pemilik galian C di lokasi bukit jamur, Irsyad Raharja, mengemukakan, lokasi mulai digali sekitar tahun 1992. Bekas galian C itu ditutup tahun 2008 dan sejak 2010 dibuka untuk masyarakat umum. Awalnya lokasi itu hanya dijadikan tempat berburu foto, khususnya untuk foto pranikah.
Awalnya, batu-batuan yang keras dibiarkan begitu saja karena tidak bisa diambil. Bagian yang dikeruk hanya lahan sekitarnya. Akibat terkena panas dan hujan, batuan itu pun terkikis membentuk tudung jamur, lahan di bawahnya membentuk tebing vertikal menyerupai batang jamur.
Bekas lahan galian itu seperti tumbuh jamur-jamur yang baru kuncup berukuran besar. Ada sekitar 40 batu jamur di lokasi seluas sekitar 3 hektar, dari ratusan hektar lahan yang ditambang. Tinggi batuan jamur bervariasi, mulai 2 meter hingga tertinggi sekitar 7 meter.
Bentuk batu yang unik menjadikan bukit jamur ini tempat menarik, khususnya untuk foto-foto bergaya selfie. Masyarakat bisa menikmatinya secara gratis. Tempat itu menjadi terkenal melalui internet dan media sosial.
”Saya penasaran. Lihat di Instagram dan Youtube, kok, keren. Ternyata memang bagus. Sayangnya di sini panas sekali,” kata Deviani (20) asal Surabaya.
Tempat itu semakin terkenal setelah didatangi pesohor Vicky Notogoro melalui program televisi My Trip My Adventure. Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar juga berkunjung 21 Maret lalu.
Animo masyarakat yang berkunjung sangat tinggi, tetapi lokasi itu hanya dibuka hari Minggu. Pengunjung hanya dikenai parkir Rp 3.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil. Mashudi, petugas bagian retribusi parkir, mengatakan, setiap Minggu sekitar 200 mobil dan 1.000 motor yang masuk.
Desa wisata
Banyaknya pengunjung yang datang menunjukkan bukit jamur itu menjadi fenomena penuh pesona. Saat ini bukit jamur menjadi salah satu ikon wisata di Gresik. Sekitar 400 meter dari lokasi dijual suvenir berupa kaus bergambar bukit jamur.
Kepala Desa Bungah M Nasihin menyebutkan, setiap hari Minggu ada sekitar 5.000 pengunjung yang datang secara bergelombang mulai pagi hingga menjelang matahari terbenam.
Menurut dia, bukit jamur itu terbentuk secara alami. Batu jamur terbentuk karena batuan terkikis angin dan hujan.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar menilai wisata bukit jamur perlu dikembangkan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Pemerintah desa dapat ikut mengelolanya menjadi potensi wisata desa. Perusahaan properti Pondok Bungah Indah yang menguasai bekas lahan tambang berencana mengembangkan kawasan perumahan dipadu dengan wisata alam.
Marwan menyatakan, potensi wisata baru di pedesaan harus berbasis lingkungan agar alam sekitar tetap terjaga dan masyarakat tidak terimbas dampak buruknya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR