"Bandung dilingkung ku gunung," begitu ungkapan orang Sunda sebagai pujian terhadap keindahan daerah Bandung yang berarti "Bandung dikelilingi gunung." Bentang alam wilayah Cekungan Bandung memang menyimpan keindahan, bukan hanya dari pemandangan akan tetapi juga dari segi geologi. Kearah mana pun pandangan dilepaskan, akan tertumpu pada dataran tinggi pegunungan.
Berdiri di tengah kota Bandung seakan berada di dalam cawan raksasa megah berdekorasikan relief permukaan puncak-puncak gunung. Berada pada ketinggian 600 meter dari permukaan laut, ia memberikan pula atmosfer yang nyaman tentram bagi hewan, tumbuhan dan juga manusia yang hidup di dalamnya. Tidak salah jika pemerintah kolonial Belanda dulu memilihnya sebagai tempat peristirahatan.
Di balik semua keindahan yang dianugerahkan, Bandung adalah salah satu contoh dari permukaan bumi yang dibangun berjuta-juta tahun melalui proses-proses geologi yang tidak selalu tentram. Beberapa berita mengenai letusan gunung raksasa purba dan keberadaan Danau Bandung yang kemudian surut, kebanyakan disampaikan melalui cerita dari mulut ke mulut. Kebenaran dari cerita menjadi agak samar, tanpa adanya dukungan informasi dan data geofisika dari para ahli disertai fakta ilmiah.
Kebanyakan warga Bandung pun tidak memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai sejarah geologi daerah yang mereka tinggali. Dalam kondisi ini keterbukaan informasi akurat perlu disebarluaskan untuk membangun kepedulian terhadap alam sekitar yang akan tergambar dalam sikap warga Cekungan Bandung terhadap alam tempat tinggalnya.
Cerita ilmiah tentang terbentuknya satu landscape permukaan bumi tidak kalah menarik dari cerita-cerita mitos yang menyertainya. Alih-alih sekedar memberikan hiburan, cerita ilmiah memberikan sikap hati-hati (awareness) terhadap semua kemungkinan logis dari perilaku dinamis bumi yang akan mempengaruhi hidup manusia sekarang dan di masa depan.
Untuk mengungkap rahasia bagaimana permukaan bumi terbentuk, tim PEDISGI-2015 Universitas Padjadjaran telah mengundang pakar-pakar dari dalam dan luar negeri untuk duduk bersama, saling berbagi ilmu dan mencoba mengerti dinamika permukaan bumi ini, dimulai dari bahasan yang paling fundamental dalam acara yang diberi nama "Padjadjaran Earth Dialogues: International Symposium on Geophysical Issues."
Herbert Urbasek, ahli fisika dari Technische Universität Kaiserslautern, Jerman, mengungkapkan bagaimana permukaan bumi muda terbentuk dari banyaknya tumbukan-tumbukan keras (violent) dari meteorit. Persis seperti yang terjadi pada planet-planet batuan lain di tata surya. Sebagai satu contoh tumbukan fatal yang pernah terjadi adalah tumbukan di daerah Yucatan, Mexico, yang dipercaya telah memusnahkan dinosaurus dari muka bumi. Terdapat ratusan kawah akibat tumbukkan yang saat ini teridentifikasi di permukaan bumi, akan tetapi yang sebenarnya terjadi jauh lebih banyak lagi.
Menjadi pertanyaan besar mengapa di Indonesia tidak ditemukan satu pun kawah tumbukan. Jawabannya tersirat dari presentasi pakar seismologi Indonesia, Sri Widiyantoro, yang dalam presentasinya menunjukkan hasil riset bertahun-tahun mengenai pencitraan bawah permukaan bumi.
Dalam presentasi, dia menunjukkan kondisi kepulauan Indonesia berada di daerah subduksi, yang mengakibatkan terbentuknya banyak gunung berapi, dengan tingkat kedinamisan yang sangat tinggi. Di wilayah ini bentuk lanskap permukaan bumi terus-menerus berubah akibat proses vulkanik dan tektonik dalam skala waktu geologi yang tidak terlalu lama. Salah satu deret gunungapi yang terbentuk adalah pegunungan di sekeliling Bandung.
Kondisi Bandung yang dikelilingi pegunungan, ternyata menyimpan misteri geologi yang harus terus dipelajari agar dalam pengelolaannya tidak merugikan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Di bawahnya terdapat banyak potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan, seperti kesuburan tanah dan energi geotermal, tetapi juga potensi bencana alam. Pengetahuan mendalam tentang kondisi khas bawah permukaan Cekungan Bandung menjadi sangat penting.
Hiroaki Yamanaka, dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, telah menyimpan banyak alat ukur pemindai getaran tremor di kota Bandung dalam penelitiannya yang bekerjasama dengan peneliti-peneliti geofisika Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat lapisan lunak yang tebal dibawah permukaan Bandung. Ini tentu saja harus menjadi perhatian semua pihak terutama dalam kebijakan pembangunan kota Bandung dan sekitarnya.
Acara PEDISGI-2015, yang diselenggarakan selama tiga hari (8 - 10 Juni) tidak hanya terdiri dari pemaparan hasil-hasil penelitian dalam simposium, akan tetapi juga dilengkapi dengan dialog antar disiplin ilmu beserta dengan wakil dari pemegang kebijakan pembangunan kota Bandung. Hal ini penting untuk membentuk komunikasi sinergis antar semua elemen-elemen masyarakat hingga dapat menghasilkan kebaikan untuk bersama.
Dipimpin oleh moderator Jenny Ratna Suminar dari Fikom Unpad, empat narasumber yakni ahli geologi Cekungan Bandung, Budi Brahmantiyo, ahli geofisika, Irwan Meilano, sosiolog, Budhi Gunawan, serta perwakilan perencanaan kota Bandung, Tammi Lasmini, telah duduk bersama untuk membicarakan permasalahan pembangunan Bandung, ditinjau dari sudut-sudut pandang keilmuan yang berbeda-beda. Dialog antar-disiplin ini merupakan kontribusi Universitas Padjadjaran, untuk membangun hubungan antara ilmu pengetahuan dan penerapannya di masyarakat.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR