Mungkin sebagian besar dari anda serangga hanyalah mahluk hidup kecil yang menggangu dan menjijikan. Namun Siapa yang sangka bahwa serangga mempunyai dampak besar bagi kelangsungan hidup manusia?.
Misalnya saja pada masa Mesir Kuno, tawon endas (Vespa orientalis) digunakan sebagai lambang pemerintahan selama masa kepemimpinan Ramses II.Lalu juga orang Yunani Kuno pada tahun 400-an sebelum masehi,mereka menggunakan gambar tawon untuk menandai uang logam yang beredar pada masa itu.Lainya halnya dengan orang Indian Kuno yang menggunakan kupu-kupu sebagai inspirasi karya seninya.
Bahkan keberadaan serangga dalam agama pun tak terlupakan,misalnya di Al Quran (Surat An-Nahl) yang menguraikan tentang lebah madu.Sedangkan dalam kitab Injil,serangga dibahas pada Matius 3:4 mengenai belalang dan madu hutan.
Mahluk hidup berukuran kecil ini pun terbukti tak dapat terlupakan dalam kehidupan manusia.Sehingga kemudian diciptakanlah entomologi,ilmu pengetahuan yang mempelajarinya.
Namun apa manfaat dari mempelajari mahluk hidup berukuran kecil ini?
Ternyata dengan entomologi, manusia dapat mengatasi berbagai penyakit yang berasal dari serangga, seperti malaria, chikungunya, demam berdarah dan sebagainya.
Entomologi juga dimanfaatkan manusia untuk penyediaan pangan dan bidang industri,seperti produksi sutera,madu,lak,dan banyak manfaat lainya.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang diciptakan oleh serangga sendiri,misalnya pada hama,juga kemudian dipecahkann dengann entomologi ini.Berkat menuluisi liku-liku jalan hidup serangga,manusia kemudian menemukan cara untuk mengatasi hama.
Sayang,walaupun sudah ribuan tahun dipelajari,masih banyak hal yang menjadi misteri dalam pembelajaran entomologi.Hal ini kemudian memacu para ilmuwan untuk mengetahui lebih banyak hal mengenai ilmu ini.
!break!Di Indonesia sendiri,entomologi keberadaanya sebagai ilmu pengetahuan,awalnya tak terlalu diperhatikan. Namun ada beberapa poin-poin peristiwa tertentu mengenai kegiatan entomologi di Nusantara yang tercatat oleh sejarah.
Dalam buku “Enam Dasawarsa Ilmu dan Ilmuwan di Indonesia”,periode perkembangan entomologi di Indonesia dibagi menjadi tiga periode.
Yang pertama,periode sebelum abad ke-20.Pada periode ini perkembangan entomologi mendapat pengaruh besar dari bangsa luar,khususnya mereka-mereka yang berasal dari Eropa.
Salah satu yang pertama menjadi peneliti entomologi di Indonesia adalah George Everhard Rumphius,ilmuwan asal Jerman ini mengirim surat berisi permohonan untuk melakukan penelitian berbagai mahluk hidup,termasuk serangga di Ambon pada tahun 1962
Lalu juga ada Francis Walker dan J. van der Wulp yang merupakan murid Carl Linnaeus,seorang ahli botani dan zoology.Francis dan van der Wulp yang kemudian terinspirasi untuk melakukan penelitian entomologi di Indoneia pada tahun 1800-an setelah membaca buku karya guru mereka yang berjudul Systema Naturae.
Memasuki pertengahan abad ke-19,ada Alfred Rusell Wallace.Ia mungkin salah satu yang memajukan pembelajaran entomologi di Indonesia.Melalui penelitianya ia mengukapkan peran dan kedudukan takson dalam habitatnya,serta makna akan keberadaan takson terhadap susunan kedudukan di suatu wilayah.
Selama periode ini,para ilmuwan juga dituntut untuk memanfaatkan entomologi untuk mengatasi dua permasalahan.Yang pertama adalah masalah kesehatan. Penyakit tropik kala itu sedang mewabah,khususnya malaria dan firiasis.
!break!Yang kedua adalah masalah pengembangan komoditi ekspor dan pertanian pangan, kedua sektor ini cukup rentan oleh serangan hama, sedangkan di sisi lain kedua sektor inilah yang bisa dibilang menjadi titik nadir berjalanya suatu pemerintahan kolonial, sebab tanpa keduanya pemerintahan kolonial tidak dapat mengisi kas negara.Entomologi kemudian dimanfaatkan unuk mengatasi hal ini,bahkan entomologi di sektor inilah yang kemudian paling berkembang hingga pada periode ini.
Periode yang kedua,berada pada abada ke-20.Periode ini menjadi awal perkembangan dan pemekaran kegiatan entomologi di Indonesia. Diawali dengan pembuatan laboratorium zoologi di Bogor pada 1901,laboratorium yang diberi nama Landbouw-Zoologische Laboratorium ini diprakrarsai oleh Melchior Treub,dan kepercayaan untuk mengelolanya diberikan pada Koningsberger.
Pada buku “Enam Dasawarsa Ilmu dan Ilmuwan di Indonesia” dijelaskan bahwa pada periode ini kegiatan entomologi terpecah menjadi dua jalur, karena ada dua macam kebutuhan entomologi pada saat itu,yaitu untuk kepentingan tradisi prestise dan kebutuhan ekonomi komersial.
Periode yang terakhir masuk pada masa setelah Perang Dunia II.Berkobarnya perang sempat mematikan kegiatan entomologi di Indonesia,baru pada tahun 1949, penelitian mulai berjalan lagi.
Pada tahun itu berdirilah suatu himpunan yang bernama EVEI (Entomologische Vereeniging in Indonesie).Namun akibat situasi negara yang sedang kacau,perhimpunan ini hanya berjalan hingga tahun 1964.Baru pada tahun 1970,kegiatan entomologi berlanjut dengan didirikanya Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI).
Akibat REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) pada tahun 1969,pemerintah RI membangkitkan kegiatan di Indonesia,tak terkecuali kegiatan entomologi.Kegiatan entomologi pada masa ini berfokus pada sektor pertanian,terutama mengatasi hama.
Lalu dengan didirikanya PEI,berbaga kegiatan entomologi diadakan.Seperti pembuatan berbagai pembuatan makalah,diadakanya Kongres Perhimpunan Entomologi I dan Simposium Entomologi pada 1974.
Sayangnya kegiatan-kegiatan ini kurang terjaga mutunya,seperti pada 1992,dari sekitar 300 makalah hanya dua yang memenuhi kompetensi untuk tampil dalam Kongres Keempat Perhimpunan Entomologi
Menurut catatan,secara kuantitas kegiatan entomologi di Indonesia cukup baik,namun kualitasnya terbilang masih kurang.Padahal banyak manfaat dari entomologi untuk memajukan bangsa ini,terlebih dalam bidang pertanian mengingat negeri kita sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR