Seorang yang bukan ningrat mendirikan sebuah kerajaan? Bagaimana mungkin?. Tapi hal itu terjadi pada sejarah pendirian Kerajaan Tumapel,atau kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Singasari ini.
Hampir tiga abad kawasan Jawa Timur dipenuhi berbagai kerajaan yang didirikan oleh seorang ningrat, namun pada tahun 1222, seseorang yang berasal dari lingkungan petani berhasil mendirikan sebuah kerajaan.
Ia tak lain adalah Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi,atau lebih dikenal dengan nama Ken Arok.
Tak diketahui pasti bagaimana asal - usul Ken Arok, namun ada dua versi cerita yang mengisahkan kisah raja dari Singasari ini.
Dalam kitab Negarakertagama, Ken Arok dikatakan lahir di sebelah timur Gunung Kawi pada tahun saka 1104 (1182 M). Tak dikatakan dalam kitab ini siapa nama ibu dan ayahnya, namun yang pasti dikatakan bahwa Ken Arok merupakan keturunan dari rakyat biasa.
Lain hal nya dalam kitab Pararaton, dalam kitab ini disebutkan bahwa sejatinya Ken Arok memang hanyalah seseorang dari kalangan biasa, Ia lahir di desa Pangkur, suatu desa yang berada di bagian selatan kota Malang. Namun dalam kitab ini dikatakan bahwa ibunya yang bernama Ni Ndok melakukan hubungan dengan dewa Brahma, sehingga ia mempunyai kekuatan untuk mendirikan sebuah kerajaan
Nama Ken Arok sendiri berarti “anak yang nakal” dalam bahasa Jawa kuno, disebutkan dalam kitab Pararaton ia merupakan anak yang nakal sebab ia adalah titisan anak janda dari Jiput yang kelakuanya buruk.
Memang tak ada sumber sejarah yang bisa memberikan laporan verifikasi kebenaran di mana Ken Arok lahir, namun kebenaran bahwa ia dilahirkan di Malang cukup diyakini, sebab Kerajaan Singasari sendiri berlokasi tepatnya di utara kota Malang.
Dikisahkan setelah lahir Ken Arok dibuang dan kemudian dikubur oleh ibunya, tak disebutkan mengapa kemudian sang ibu tega membuang anaknya sendiri. Namun karena sejak lahir ia telah memiliki keiistimewaan, yakni mengeluarkan pantulan sinar dari tubuhnya, seorang pencuri bernama Lembong yang kebetulan sedang lewat melihat pantulan sinar tersebut.
Lembong karena tak tega kemudian menyelamatkan Ken Arok dan mengangkatnya sebagai anak.
!break!Seiring berjalanya waktu, Ken Arok tumbuh dewasa menjadi bocah nakal yang suka mencuri dan berjudi. Kebiasaanya ini sangat merugikan Lembong, sampai – sampai akhirnya ia diusir akibat hutang judinya yang dilimpahkan terhadap Lembong.
Diusir oleh Lembong, Ken Arok kemudian diangkat menjadi anak oleh seorang penjudi bernama Genukbuntu.Ia mengangkat Ken Arok sebagai anak dengan alasan bahwa Ken Arok dapat membawa keberuntungan baginya ketika berjudi.
Namun hal ini tak bertahan lama, sebab Ken Arok merasa tidak betah menjadi anak Genukbuntu dan kemudian melarikan diri bersama anak kepala desa Siganggeng yang bernama Tita. Mereka berdua jatuh cinta dan kemudian menjadi sepasang kekasih.
Sepasang kekasih ini kemudian melakukan berbagai tindakan kejahatan di sekitar Kerajaan Kediri. Kabar keduanya pun terdengar hingga seantero kerajaan, mereka pun menjadi pasangan penjahat yang cukup ditakuti di kerajaan itu.
Suatu hari ketika sedang berjudi, Ken Arok dihampiri oleh seorang brahma dari India bernama Lohgawe. Lohgawe percaya bahwa Ken Arok merupakan titisan Dewa Wisnu, hal ini diyakini Lohgawe melihat tanda – tanda di telapak tangan Ken Arok.
Lohgawe mengatakan bahwa dia akan membantu Ken Arok dalam mendirikan sebuah kerajaan, kelak kerajaan tersebut akan dinamakan dengan nama Singasari. Namun terlebih dahulu ia harus merebut kekuasaan Tunggu Ametung, seorang penguasa di daerah Tumapel.
Singkat cerita, dengan kecerdasan serta bantuan Lohgawe, Ken Arok kemudian melancarkan berbagai siasat dan intrik politik untuk menjatuhkan Tunggu Ametung. Hingga suatu hari ia kemudian memesan sebuah keris ampuh untuk membunuh Tunggu Ametung yang terkenal sakti dan kebal.
!break!Ia pun pergi ke Mpu Gandring, seorang pembuat pusaka yang terkenal akan kehebatanya. Mpu Gandring mengiyakan permintaan Ken Arok lalu membuat sebuah keris sakti yang kelak membawa Ken Arok kepada kejayaan dan juga malapetaka sekaligus.
Setelah setahun menunggu, keris itu berhasil dibuat, Ken Arok kemudian datang kembali menemui Mpu Gandring untuk mengambil keris itu, namun setelah menerima keris itu Ken Arok kemudian membunuh Mpu Gandring.
Dalam nafas – nafas terakhirnya Mpu Gandring mengutuk keris itu, ia mengatakan bahwa keris itu akan membunuh tujuh orang, salah satunya termasuk Ken Arok.
Ken Arok kemudian kembali ke Tumapel lalu memberikan keris itu kepada Kebo Hijo, salah satu pengawal dari Tunggu Ametung. Kebo Hijo dikenal sebagi orang yang suka memamerkan benda – benda yang ia miliki, sehingga keris sakt itu akui sebagai miliknya dan ia pamerkan ke berbagai orang di Tumapel.
Ternyata langkah memberikan keris itu kepada Kebo Hijo hanyalah suatu siasat untuk merebut kekuasaan Tunggu Ametung. Pada suatu malam Ken Arok pergi mencuri keris tadi dari tangan Kebo Hijo. Kebo Hijo yang sedang tidak sadar diri akibat mabuk arak kemudian kehilangan keris itu.
Setelah berhasil mendapatkan keris itu Ken Arok kemudian membunuh Tunggu Ametung ketika sedang tertidur. Ken Dedes, istri dari Tunggu Ametung menyaksikan pembunuhan itu. Namun Ken Dedes termakan oleh rayuan Ken Arok sehingga menutup mulutnya, keduanya kelak menikah.
Keesokan paginya kabar kematian Tunggu Ametung diketahui warga sekitar, Kebo Hijo yang dikenal sebagai pemilik keris itu kemudian dihukum mati karena dicurigai sebagai pembunuh dari Tunggu Ametung.
Melihat adanya kekosongan kekuasaan di Tumapel, Ken Arok kemudian mengangkat dirinya sebagai raja dan mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Singasari dan menkahi Ken Dedes.
Diceritakan bahwa kemudian Ken Arok mati terbunuh oleh orang suruhan anak tirinya bernama Anusapati. Anusapati sendiri merupakan anak kandung Tunggu Ametung yang mengetahui bahwa Ken Arok lah yang membunuh ayah kandungnya. Sewaktu ayahnya mati,Anusapati masih berada di kandungan Ken Dedes.
Kerajaan Singasari sendiri kemudian hanya bertahan untuk waktu yang tak lama,sekiranya dari tahun 1222 hinga 1292. Diceritakan bahwa keruntuhan kerajaan ini disebabkan pemberontakan di berbagai daerah kerajaan.
Penulis | : | |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR