Kota Amsterdam, kota terbesar di Negeri Kincir Angin yang memiliki nama resmi Niederland atau negeri yang rendah ini tidak pernah berhenti memesona para wisatawan dari seantero pelosok dunia.
Bahkan di bulan Desember ketika angin dingin dari Kutub Utara menerpa kulit dan menusuk tulang, dan kalau kita berada di ruang terbuka terlalu lama, kuping atau pun hidung yang tidak terlindungi bisa seakan-akan mati rasa, Amsterdam tidak pernah berdusta untuk menghibur anda!
Waktu baru saja menunjukkan sekitar pukul 18.30 ketika saya baru saja selesai menikmati makanan Jawa-Suriname di kawasan sekitar Abert Cuyp Market. Namun langit kota Amsterdam sudah sejak 2 jam lebih berubah menjadi gelap pekat karena sang mentari lebih suka mundur lebih awal.
Dengan Tram no 16 saya melaju lancar menuju ke Centraal Station. Dan di tengah keramaian malam, saya turun di halte Damrak, yang berjarak hanya beberapa ratus meter dari Stasiun utama di negeri Belanda ini.
Walaupun cuaca dingin, namun suasana terasa hangat, maklum saja karena toko-toko, gerai suvenir, restoran, museum, money changer, dan juga kios yang menjajakan paket wisata berderet rapi menanti pelanggan. Sementara ribuan lampu warna-warni menaungi jalan-jalan di kota yang tidak pernah sepi ini.
Saya belok kanan menyusuri jalan dan gang kecil yang diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki. Keadaan sekitar kian semarak karena jalan makin sempit dan orang yang lalu lalang pun makin ramai.
Setelah beberapa kali lurus, belok kiri dan belok kanan, maka saya pun sampai di kawasan hiburan malam yang kondang dengan sebutan “Red Light District”. Menurut cerita, daerah lampu merah yang terletak di Zeedijk ini merupakan salah satu zona hiburan malam paling luas dan terkenal di dunia.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR