Saat sedang menyantap mie ongklok di salah satu warung saat gelaran Dieng Culture Festival 2015, saya bertemu dengan seorang pengunjung yang baru selesai menyantap mie ongklok. “Kuahnya agak gimana gitu, Mas,” ujar pria yang kemudian saya ketahui bernama Agus Wahyudi.
Kuah mie ongklok memang berbeda dengan kuah mie kebanyakan cair. Kuah mie ongklok dibuat kental, dengan bahan tepung kanji. Mungkin karena itulah beberapa orang yang mencicipi mie ongklok menganggap rasanya aneh. Dan saya termasuk yang menganggapnya demikian.
Tentu banyak juga yang menyukai rasa mie ongklok. Barangkali kebetulan saja saya sedang mencicipi yang kurang enak, atau kurang mewakili mie ongklok sesungguhnya. Namun, bisa jadi saya keliru, karena teman Agus justru menganggap sebaliknya. “Enak, Mas,” ujarnya.
Terlepas dari selera masing-masing, tetap saja kurang puas bila berlibur ke Wonosobo-Dieng-Banjarnegara tanpa menikmati sajian mie ongklok. Hanya mungkin saking banyaknya pedagang, pengunjung harus jeli mencari penjual mie ongklok yang “sesungguhnya”.
Dalam gelaran Dieng Culture Festival 2015 lalu, saya menjumpai banyak sekali pedagang mie ongklok. Mie ongklok biasanya disajikan dengan sate atau tempe kemul—tempe goreng dengan balutan tepung tebal. Dengan kondisi cuaca yang sangat dingin, menikmat mie ongklok hangat dengan sate maupun tempe kemul adalah pilihan yang tepat.
Selain menikmati mie ongklok, kuliner yang wajib dibeli wisatawan adalah carica dan purwaceng, baik untuk oleh-oleh maupun dinikmati di sana.
Saat sedang menyantap mie ongklok di salah satu warung saat gelaran Dieng Culture Festival 2015, saya bertemu dengan seorang pengunjung yang baru selesai menyantap mie ongklok. “Kuahnya agak gimana gitu, Mas,” ujar pria yang kemudian saya ketahui bernama Agus Wahyudi.
Kuah mie ongklok memang berbeda dengan kuah mie kebanyakan cair. Kuah mie ongklok dibuat kental, dengan bahan tepung kanji. Mungkin karena itulah beberapa orang yang mencicipi mie ongklok menganggap rasanya aneh. Dan saya termasuk yang menganggapnya demikian.
Tentu banyak juga yang menyukai rasa mie ongklok. Barangkali kebetulan saja saya sedang mencicipi yang kurang enak, atau kurang mewakili mie ongklok sesungguhnya. Namun, bisa jadi saya keliru, karena teman Agus yang juga sedang berada di warung justru menganggap sebaliknya. “Enak, Mas,” ujarnya.
Terlepas dari selera masing-masing, tetap saja kurang puas bila berlibur ke Wonosobo-Dieng-Banjarnegara tanpa menikmati sajian mie ongklok. Hanya mungkin saking banyaknya pedagang, pengunjung harus jeli mencari penjual mie ongklok yang “sesungguhnya”.
Dalam gelaran Dieng Culture Festival 2015 lalu, saya menjumpai banyak sekali pedagang mie ongklok. Mie ongklok biasanya disajikan dengan sate atau tempe kemul—tempe goreng dengan balutan tepung tebal. Dengan kondisi cuaca yang sangat dingin, menikmat mie ongklok hangat dengan sate maupun tempe kemul adalah pilihan yang tepat.
Selain menikmati mie ongklok, kuliner yang wajib dibeli wisatawan adalah carica dan purwaceng, baik untuk oleh-oleh maupun dinikmati di sana.
Penulis | : | |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR