Tempe makin dikenal di sejumlah negara. Karena itu, Pemerintah Indonesia perlu segera mengajukan makanan itu sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia. Tujuannya agar budaya konsumsi dan produksi tempe tak hilang serta diklaim negara lain.
Terkait hal itu, Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) Indonesia bersama Forum Tempe Indonesia mengajukan tempe sebagai warisan budaya nonbenda atau intangible cultural heritage of humanity (ICHH) yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Ketua Pergizi Pangan Indonesia Prof Hardinsyah, di Bogor, Selasa (4/8), menjelaskan, bagi masyarakat Indonesia, tempe bukan sekadar makanan, melainkan punya nilai budaya, sejarah, dan ekonomi bangsa. Karena itu, tempe layak jadi simbol budaya.
Sebelum tersebar ke sejumlah negara, sejak dulu tempe dikenal di Indonesia. Menurut bukti sejarah, tempe pertama kali dibuat di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah, dan biasa dikonsumsi sekitar tahun 1700. Cara pembuatan tempe unik dan tradisional, mulai dari pembersihan dan perebusan kedelai, dilanjutkan peragian hingga fermentasi.
Tempe lalu menyebar ke sejumlah daerah. Hingga kini, ada setidaknya 100.000 perajin tempe di Indonesia. Mayoritas perajin ialah pelaku usaha kecil dan menengah dengan kapasitas produksi 10 kilogram sampai 2 ton sehari. Dengan meluasnya pasar, cara pembuatan tempe kian beragam. Pembuatan tempe di Malang, misalnya, melalui dua kali perebusan, sedangkan di Yogyakarta satu kali perebusan.
Selain itu, warga terbiasa mengonsumsi tempe sehingga Indonesia jadi negara dengan konsumsi kedelai tebesar di dunia. Rata-rata kebutuhan kedelai Indonesia 2,5 juta ton per tahun dan 90 persennya untuk kebutuhan pangan, terutama diolah jadi tempe. "Tempe diracik dengan berbagai cara dan rasa. Ini keunikan tempe," ujarnya.
Ketua Forum Tempe Indonesia Prof Made Astawan menjelaskan, tempe mendunia seiring ekspansi usaha oleh sejumlah perajin tempe ke luar negeri. Itu didukung riset manfaat dan khasiat tempe dari sejumlah negara. Apalagi ada warga pantang makan daging memakai tempe sebagai pengganti daging, ikan, dan telur, karena mengandung protein setara dan vitamin B12.
Agar tempe diakui sebagai warisan budaya Indonesia, pihaknya menginisiasi hal itu pada 2014 dilanjutkan pengumpulan data awal tahun ini. Pada 2016, pengumpulan dokumen masuk tahap akhir dan akan disampaikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada 2017, pihaknya akan mengajukan ke UNESCO dan dokumen itu diharapkan diterima UNESCO pada 2018.
Pihaknya juga menggalang dukungan masyarakat secara daring. Hingga 29 Juli 2015, terkumpul 19.000 dukungan. Komunikasi dilakukan dengan sejumlah pihak. Salah satu penilaian UNESCO ialah cara pemerintah memelihara kesinambungan budaya itu.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR