Singa-singa di Rwanda musnah sejak peristiwa genosida dan perang sipil yang terjadi di tahun 1993-1994. Kala itu, para pengungsi yang baru datang dari negara tetangga memburu mereka habis-habisan untuk dijadikan persediaan makanan.
Ketiadaan singa di tanah Rwanda membuat pemerintah meminta bantuan kepada badan konservasi African Parks di tahun 2010 untuk mengatur pengembalian habitat satwa tersebut; mengurus infrastruktur serta potensi wisatanya.
Selama lebih dari dua tahun, mereka mencari negara-negara yang mau menyumbangkan singanya. Namun, yang bersedia menyumbang hanyalah Afrika Selatan. Dari sana, mereka menerima empat ekor singa betina dan dua jantan.
Niat baik yang dilakukan pemerintah Rwanda untuk mengembalikan singa di tanah mereka tak selamanya berjalan mudah. Banyak pihak yang mengkritisi badan konservasi African Parks karena telah membawa singa-singa Afsel ke Rwanda. Singa-singa dari daerah selatan dan timur Afrika merupakan subspesies yang sama, namun ada sejumlah perbedaan genetik yang dimiliki berdasarkan asal geografisnya.
Dikutip dari National Geographic, singa-singa jantan yang diberikan ke Rwanda berasal dari Etosha National Park di Nambia, sementara singa-singa betinanya memiliki gen campuran dari Kruger National Park, Kgalagadi National Park, dan Etosha.
“Data yang kami miliki mengindikasikan bahwa singa-singa yang berasal dari Etosha merupakan bagian dari kelompok terpisah yang tidak ada di Afrika Timur,” ungkap Laura Bertola, peneliti dari Leiden University Institute of Environmental Sciences.
Andrew Parker, manajer African Parks, menyebutkan bahwa untuk mencari singa yang memiliki gen sesuai dengan kriteria bukanlah perkara mudah, terlebih untuk program pengembalian satwa yang sedang mereka lakukan.
Namun kini, 15 tahun sejak musnahnya singa dari tanah Rwanda, para konservasionis dan pengurus Akagera National Park gembira menyaksikan singa-singa di taman konservasi tersebut berhasil melakukan perburuan pertama mereka.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR