Seorang ayah dari Toronto, Kanada, dan dua anak laki-lakinya bertualang keliling dunia setahun penuh untuk memperingati istri dan ibu mereka yang meninggal karena kanker. Dua bocah laki-laki berlari menuju samudra di Cape Cod, Massachusetts, Amerika Serikat. Mereka menari, tertawa, dan berteriak sambil melawan ombak di bawah langit mendung.
Bagi ayah mereka, Jason Pearson, ini adalah masa yang ia nanti-nantikan. Sebuah awal dari perjalanan mereka bertiga, ayah dan dua anak, selama satu tahun berkeliling dunia. Perjalanan tersebut dalam rangka memperingati istrinya, Jane, ibu dari anak-anak Jason, yang meninggal karena kanker pada hari Natal tahun 2008.
Berdiri di pantai, berfoto pada hari Minggu. Bagi Pearson, bulan-bulan penuh kesedihan dan kekacauan telah hilang saat ia melihat anak-anaknya menjelajahi pemberhentian pertama dari perjalanan besar mereka.
"Kesejukan yang kau rasakan pada Minggu itu? Itu berasal dari aku, yang bernapas menyeberangi Atlantik. Serius," tulisnya dalam blog berjudul "Because We Can", sebuah blog tempat ia mendokumentasikan perjalanan mereka untuk rekan-rekan dan keluarga.
Di bawah sebuah foto anak-anak yang sedang berlari menuju ombak, ia menulis, "Peristiwa ini, saat ini, ya, inilah awal mula semuanya. Dan, oh... betapa permulaan yang sangat hebat."
Rencananya, 12 bulan berikutnya, Pearson (42), Sullivan (11), dan Max (7) akan bepergian ke lebih dari 20 negara, termasuk Selandia Baru, Kroasia, Thailand, dan Italia, serta beberapa negara di Benua Afrika. Perjalanan keliling dunia adalah hal yang selalu dijanjikan Pearson dan Jane kepada anak-anak mereka. Jane telah melakukan perjalanan serupa bersama orangtuanya saat ia berusia 10 tahun.
Jane meninggal saat Sullivan berusia empat tahun dan Max baru berusia satu tahun.
"Kami selalu membicarakan bahwa saat kami memiliki anak nanti dan usia mereka sudah cukup, kami akan membawa mereka karena perjalanan itu membawa kenangan yang mendalam terhadap Jane dan cara ia melihat dunia. Ia ingin membagikan pengalaman itu kepada anak-anak kami," kata Pearson pada awal keberangkatan mereka dari Toronto, awal Agustus 2015 yang lalu.
Sebagai orangtua tunggal, Pearson mengaku sangat lelah merencanakan perjalanan satu tahun penuh sambil mengurus anak-anak, bekerja full-time, dan mengatur penyewa yang akan menempati rumah mereka.
"Saya belum siap 100 persen, tetapi itulah cara kita hidup sejak kepergian Jane. Saya hanya bisa melakukan segala sesuatu sampai 70 persen saja," kata Pearson sambil duduk di lantai ruang tamu.
"Saat saya masuk ke pesawat adalah saat semuanya akan dimulai. Saya benar-benar senang melihat semuanya dari mata mereka. Saya tak sabar untuk duduk dan melihat mereka menjelajah."
Berbaring di sebelah ayahnya, Max bercerita hal yang paling ingin ia lihat ialah sepupunya yang hidup di Selandia Baru, kemudian pergi ke Kosta Rika untuk mencoba menjelajah hutan. Bagi Sullivan, Great Barrier Reef di Australia dan kehidupan liar di Afrika adalah dua "kartu" terbesarnya.
Pearson menjelaskan, kedua putranya terlibat langsung dalam riset dan perencanaan perjalanan ini. Ia tak khawatir dengan anak-anaknya yang akan bolos sekolah selama 12 bulan karena ia berencana untuk menerapkan home schooling terhadap mereka selama di perjalanan.
Kedua anaknya juga akan menulis catatan mereka sendiri dan blog tentang petualangan mereka. Pada bulan Februari, anak-anak juga akan belajar di SD bersama sepupu mereka di Chrsitchurh, Selandia Baru, selama beberapa minggu.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR