Bayangkan kita berdua, bergandengan tangan, melihat matahari terbenam. Saat itu cakrawala diselimuti dengan warna api keemasan bercampur warna biru langit. "Warna yang indah," kata saya, dan Anda setuju.
Dan kemudian, dalam keheningan, saya khawatir. Saya bisa menunjuk ke langit dan mengatakan itu adalah biru, dan Anda akan setuju.
Tapi apakah Anda benar-benar melihat biru yang sama seperti yang saya lihat? Mungkin saja Anda baru belajar untuk menyebut apa yang Anda lihat tersebut dengan kata "biru", tetapi dalam pengalaman sebenarnya yang Anda lihat bukan warna yang sama seperti yang saya lihat yakni begitu hidup dan kaya.
Anda adalah seorang penipu, menyebut biru saya dengan nama yang sama seperti warna yang Anda lihat. Padahal Anda tidak benar-benar melihatnya sama seperti saya. Atau, bahkan lebih buruk, mungkin warna yang saya lihat lebih pucat ketimbang yang Anda lihat. Anda melihat warna yang jauh lebih kaya dan indah dari yang saya lihat.
Penglihatan manusia dimulai dengan sensor di bagian belakang mata yang mengubah informasi cahaya menjadi sinyal listrik di otak. Ahli saraf menyebutnya fotoreseptor. Manusia memiliki beberapa di antaranya, dan kebanyakan orang memiliki tiga fotoreseptor yang berbeda untuk menangkap cahaya berwarna.
Fotoreseptor tersebut sensitif terhadap biru, hijau dan merah. Informasi tersebut dikombinasikan untuk memungkinkan manusia melihat berbagai macam warna. Sebagian besar pria buta warna memiliki kelemahan dalam fotoreseptornya untuk menangkap warna hijau, sehingga mereka kehilangan sensitivitas yang sesuai dengan nuansa hijau yang membantu untuk membedakannya.
Di lain pihak, beberapa orang sangat sensitif terhadap warna. Para ilmuwan menyebut fenomena ini tetrakromatik karena mampu melihat empat warna - bukan tiga. Burung dan reptil tergolong tetrakromatik, dan ini memungkinkan mereka untuk melihat ke dalam spektrum inframerah dan ultraviolet.
Manusia tetrakromatik tidak bisa melihat di luar spektrum cahaya yang tampak normal, tetapi memiliki fotoreseptor ekstra yang paling sensitif terhadap warna dalam skala antara merah dan hijau, sehingga mereka lebih sensitif terhadap semua warna untuk kisaran normal manusia.
Untuk orang-orang ini, orang-orang lain lah yang "buta warna", karena sebagian besar manusia tidak akan mampu untuk membedakan dengan mudah antara rumput hijau di musim panas dan hijau limau yang biasa ada di Spanyol. Sedangkan untuk seorang yang tetrakromatik itu akan tampak jelas.
Jadi ya, jika kita sama-sama melihat matahari terbenam, mungkin saya melihat sesuatu yang Anda tidak dapat melihat, atau Anda melihat sesuatu yang saya tidak bisa melihat.
Saya khawatir - dan mungkin Anda juga - bahwa meski kita memiliki saraf-saraf yang sama di mata kita dan kita sama-sama bisa melihat hijaunya pohon-pohon, warna merah di matahari dan biru langit, ketika saya mengatakan "biru", itu menciptakan sebuah pengalaman batin yang mungkin berbeda dari Anda ketika Anda mengatakan "biru".!break!
Kekhawatiran saya mengenai persepsi Anda dari warna biru adalah suatu aspek yang merupakan bagian dari kondisi manusia. Bahkan jika kita berpikir kita bisa benar-benar memahami orang lain, kita tidak bisa memastikan itu.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR