Masyarakat Dayak Gerunggang di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, meyakini arwah nenek moyang yang telah meninggal belum sampai ke surga atau yang mereka sebut sebayan tujoh seruge dalam.
Bahkan, ada yang tersesat. Maka, mereka perlu diantar menuju alam keabadian melalui ritual yang disebut Nganjan.
Enam belas tahun sudah Cenaga Bindang bersama istrinya, Gorai, dan Mas Kaye Gemale Iyang bersama istrinya, Janah, meninggal. Semasa hidup, peran mereka sangat besar baik terhadap keluarga maupun terhadap kampung halaman.
Mereka dicintai anak-anak dan para kerabat. Rasa cinta itulah yang membuat sanak keluarganya, yakni Angkot (45) dan Manto (40), mengadakan Nganjan.
Hari Kamis (10/9/2015) pagi, di pedalaman, yakni Dusun Kampung Baru, Desa Batu Mas, para pemuka adat, antara lain ketua adat, dukun Nganjan, dan sanak keluarga tuan rumah acara Nganjan, mengawali ritual dengan menebang sebatang bambu di dalam hutan.
Bambu setinggi satu meter itu akan dijadikan tempat berbagai persembahan yang disebut jarau. Jarau, bentuknya menyerupai batang pinang dalam acara panjat pinang.
Jarau yang disiapkan tuan rumah disebut jarau pemali. Jarau isinya berbagai makanan dan kebutuhan perabot rumah tangga, dan disusun di kayu yang dipasang melingkar di puncak bambu.
Setelah dipasang, sesajian lain digelar di tengah rumah, antara lain daging, tuak, dan dedaunan. Musik tradisional setempat, antara lain gong dan kelintang yang dimainkan secara bersamaan, mulai dimainkan sebagai pertanda bahwa acara Nganjan telah dimulai. Pemukulan musik pertama kali dipimpin dukun.
Setelah itu, alat musik tradisional dan sesajian, termasuk jarau, dibawa ke halaman rumah. Hal itu dilakukan karena ritual Nganjan banyak dilaksanakan di luar rumah sebab mengundang masyarakat dari beberapa wilayah.
Beranjak sore, ratusan tamu dari beberapa wilayah berdatangan dengan membawa jarau sebagai sumbangan kepada tuan rumah. Jarau-jarau itu dipajang di halaman tempat ritual Nganjan digelar. Memasuki malam hari, pengunjung dan tamu pun memadati lokasi ritual Nganjan digelar.!break!
Menari
Pada malam hari, tamu-tamu kehormatan, baik ketua adat dari daerah lain maupun pejabat di pemerintahan, satu per satu menari mengelilingi tambak. Tambak adalah semacam kotak dengan hiasan ukuran terbuat dari kayu ulin yang pada akhir acara akan disimpan di makam leluhur.
Penari terdiri dari laki-laki dan perempuan menggunakan pakaian adat Dayak. Khusus laki-laki, selain menggunakan pakaian Dayak, juga menggunakan mandau, senjata tradisional suku Dayak. Demikian seterusnya secara bergiliran. Setelah selesai menari, mereka minum tuak dengan menggunakan tanduk, biasanya tanduk kerbau.
Ratusan pengunjung juga menari mengelilingi tambak sembari menyanyi dan berpantun diiringi musik tradisional. Tarian yang dilakukan pengunjung disebut bedansai. Tarian itu memberikan suasana gembira.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR