Konferensi Perubahan Iklim PBB digelar secara tertutup selama dua minggu (30 November – 13 Desember 2015) di Paris. Pada Sabtu (12/12) perundingan tersebut telah mencapai kesepakatan. Laurent Fabius, Presiden Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim (Conference of Parties/COP) ke-21 mengumumkan diresmikannya “Paris Agreement”
Perjanjian Paris menyepakati bahwa negara-negara dunia berkomitmen menjaga ambang batas kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat celcius dan berupaya menekan hingga 1,5 derajat celcius. Fabius juga mengatakan, kesepakatan itu akan secara hukum mengikat dan menetapkan evaluasi setiap lima tahun bagi rencana masing-masing negara untuk mengatasi pemanasan global. Setidaknya $100 miliar dolar setiap tahun biaya dikeluarkan untuk mendanai usaha-usaha mengatasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.
Hampir 200 negara mengadopsi perjanjian global pertama untuk memperlambat pemanasan global, dengan menyerukan dunia memangkas dan kemudian menghapus polusi gas rumah kaca secara bersama-sama, meskipun tidak memberlakukan sanksi apapun bagi negara yang tidak melakukannya. Nantinya, sebelum diberlakukan, perjanjian itu harus diratifikasi oleh masing-masing negara, sedikitnya oleh 55 negara yang mewakili 55% emisi global.
5 Poin Penting
Setidaknya terdapat lima poin penting dalam kesepakatan ini. Pertama, upaya mitigasi dengan cara mengurangi emisi dengan cepat untuk mencapai ambang batas kenaikan suhu bumi yang disepakati yakni di bawah 2 C dan diupayakan ditekan hingga 1,5 C.
Kedua, sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi secara transparan. Ketiga, upaya adaptasi dengan memperkuat kemampuan negara-negara untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Keempat, memperkuat upaya pemulihan akibat perubahan iklim, dari kerusakan. Kelima bantuan, termasuk pendanaan bagi negara-negara untuk membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Dalam kesepakatan ini, usulan Indonesia terakomodasi di dalamnya seperti diferensiasi atau perbedaan kewajiban antara negara maju dan berkembang, pogram REDD, implementasi aksi dari kesepakatan Paris, finansial, dan transformasi teknologi dan peningkatan sumberdaya manusia.
!break!Pengaruh Bagi Indonesia
Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye WALHI (Friends of the Earth Indonesia) menegaskan, jika kesepakatan di Paris akan memberikan dampak sangat signifikan bagi masyarakat Indonesia dan keberlanjutan lingkungan.
"Kesepakatan iklim di Paris, tidak memberikan jaminan perubahan sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, dan dengan demikian, lingkungan dan masyarakat Indonesia yang rentan dan terdampak perubahan iklim akan berada dalam kondisi yang semakin mengkhawatirkan,"jelasnya.
Sikap pemerintah Indonesia tidak memainkan peran strategis dalam negosiasi di Paris, sesungguhnya telah membuat Indonesia sebagai negara pengikut pada kesepakatan dan kepentingan negara maju. Pemerintah Indonesia lebih mementingkan dukungan program dari mekanisme pasar yang telah dibangun oleh negara-negara maju dalam negosiasi di Paris.
“Kita tidak bisa berharap perbaikan sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia yang lebih maju, jika pengelolaan hutan, pesisir dan laut, dan energi Indonesia masih menjadi bagian dari skema pasar, khususnya hanya untuk memenuhi hasrat negara maju untuk mitigasi perubahan iklim," kata Kurniawan.
Ia melanjutkan, "Dukungan yang dimaksudkan pemerintah Indonesia dari Kesepakatan Paris tidak akan berarti dan tidak akan berhasil tanpa perbaikan tata kelola hutan dan gambut, pesisir dan laut, menghentikan penggunaan energi dari sumber kotor batubara, serta menghentikan kejahatan korporasi dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.”
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR