Liburan akhir tahun di Yogyakarta? Saatnya mengajak si kecil mengenal lebih dekat budaya Yogyakarta dengan mengunjungi berbagai museum.
Salah satunya adalah Museum Ullen Sentalu di lereng Gunung Merapi. Apalagi, pada 10 November 2015 lalu, Indonesia berduka karena meninggalnya seorang perempuan keturunan Mangkunegaran. Gusti Raden Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoemowardhani Soerjosoejarso, atau biasa disapa Gusti Nurul, meninggal di Bandung di usia 94 tahun.
Baca juga: Benarkah Perilaku Hewan Bisa Menjadi Tanda Akan Terjadi Gempa Bumi?
Bagi wisatawan yang pernah mengunjungi Museum Ullen Sentalu tentu tak asing lagi ketika mendengar nama Gusti Nurul. Museum yang fokus memamerkan budaya dan sejarah kerajaan Mataram ini memiliki satu ruangan khusus yang menampilkan sosok perempuan dambaan di zamannya ini.
Memasuki museum, di ruangan pertama yang memamerkan gamelan dan tarian Jawa, pengunjung akan disuguhkan sebuah lukisan seorang perempuan sedang menarikan tarian Serimpi Sari Tunggal.
"Tarian Serimpi Sari Tunggal ini merupakan tarian yang dipersembahkan Gusti Nurul untuk kado pernikahan Putri Juliana di Istana Noodeinde, Belanda sebagai persembahan dari keluarga Mangkunegaran," ujar Maria, pemandu museum Ullen Sentalu.
"Saat itu, Gusti Nurul menari tunggal dengan iringan musik gamelan yang disiarkan langsung melalui radio Solosche Radio Vereeniging (SRV) di Solo. Penggunaan teknologi yang canggih di masa itu," tambahnya.
Tak pelak, putri dari Mangkunegara ini dijuluki "de bloem van Mangkunegaran" oleh Ratu Wilhelmina karena keluwesannya menari. Pengunjung juga bisa melihat sebuah lukisan besar yang menggambarkan cucu Hamengkubuwono VII ini dengan latar belakang dua kuda kesayangannya.
Sebagai seorang putri Jawa, ternyata Gusti Nurul memiliki hobi berkuda, main tenis, dan berenang. Beberapa kebiasaan yang agak tabu untuk perempuan di masa tersebut. Maria menceritakan juga asal muasal julukan putri dambaan untuk Gusti Nurul, hal tersebut karena di masa mudanya beberapa tokoh sejarawan besar di Indonesia mencoba meminangnya sebagai istri.
Hanya saja Gusti Nurul menganut prinsip anti poligami, sesuatu yang belum lazim saat itu. Prinsip itu pula yang membawanya ke jenjang pernikahan saat usianya sudah memasuki 30 tahun. Ia menikah dengan seorang tentara bernama Surjo Sularso. Museum Ullen Sentalu bahkan membuat satu ruangan khusus berisi memorabilia perjalanan hidup Gusti Nurul di sebuah ruangan bernama Ruang Putri Dambaan.
Baca juga: Mungkinkah Gempa Aceh 2004 Terulang?
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR