Selfies, GIFs, dan video bisa mematikan bagi satwa liar. Baru saja minggu lalu, seekor bayi lumba-lumba langka mati setelah para pengunjung pantai di Argentina mengangkat bayi malang itu keluar dari laut untuk mengambil beberapa foto. Pada bulan ini juga terdapat dua ekor merak di Chinese zoo mati setelah disalahgunakan oleh para pengunjung untuk mengambil beberapa foto selfies.
The International Union for Conservation of Nature, yang menetapkan status konservasi spesies, sudah menetapkan La Plata dolphin sebagai hewan yang terancam punah, melindunginya dari perburuan dan menangkapnya di Argentina, tapi bukan dari orang-orang yang membawa hewan ini berkeliling dari tangan satu ke tangan lainnya hingga hewan ini mati karena terkena dehidrasi.
"Saya tidak berpikir bahwa semua orang bermaksud untuk menyakiti hewan ini, tapi keberadaan dan keramaian orang yang tertarik dengan keberadaan hewan ini," kata Neil D\'Cruze, kepala dari Wildlife Policy and Research di World Animal Protection, Inggris. "Ini menunjukkan bahwa interaksi dengan binatang liar di habitat aslinya bisa sama mengerikan dan mematikan seperti menempatkan hewan-hewan ini di dalam penangkaran."
Ribuan spesies hewan langka menderita dalam perdagangan hewan peliharaan eksotis. Skala yang tepat dari jumlah kasus ini belum diketahui secara pasti, namun memiliki jumlah yang besar, serta banyak pula hewan-hewan liar yang diperdagangkan secara illegal.
Sosial media sudah mengubah pandangan yang membuat binatang eksotis tampak begitu menggemaskan dan dapat diterima di lingkungan rumah, tapi hal yang tidak kalian lihat adalah penderitaan yang terletak di belakang gambar tersebut. Setidaknya ada tiga hewan liar yang menjadi tren di di internet, tapi mereka seharusnya berada di alam liar.
baca juga : Inilah Mengapa Penjualan Gading Ilegal di China Sulit untuk Dihentikan
Kukang (Slow Loris)
Slow Loris adalah salah satu primate yang dijadikan terkenal oleh internet di dalam sebuah video yang memperlihatkan mereka sedang dikelitiki atau diberi makan dengan nasi merah. Semua Sembilan spesies dari kukang ini sudah ditetapkan sebagai binatang yang hampir punah, dan sebagian besar disebabkan oleh perdagangan hewan peliharaan illegal.
Dua penelitian terbaru mendokumentasikan keberadaan perdagangan illegal kukang dan memperlihatkan bagaimana cara khas mereka menjaga hewan ini secara kejam. Ketika para peneliti memerikan 100 video online dari hewan kukang yang dipelihara, mereka menemukan kukang-kukang ini dalam keadaan yang tidak sehat dan disalahgunakan, mereka juga terlihat kekurangan gizi, obesitas, sakit, ketakutan dan tertekan.
Louisa Musing dari Oxford Brookes University, salah satu penulis dari penelitian ini mengatakan bahwa video yang memperlihatkan kukang pada penonton di seluruh dunia juga menjadi salah satu alasan mereka untuk menjadikan hewan tersebut sebagai hewan peliharaan dan mengganggu pemahaman masyarakat bahwa hewan ini seharusnya berada di alam liar bukan di dalam rumah.
baca juga : Pentingnya Perbaikan UU Konservasi Bagi Satwa Langka
Raccoon Dog
Seekor Raccoon dog atau tanuki, yang diberi nama Tanu mendadak menjadi terkenal di dalam internet setelah pemiliknya mengunggah foto hewan ini ke dalam sebuah tweet miliknya. Video ini memperlihatkan Tanu sedang berjalan-jalan dengan rantai, bersandar di dekat pemanas selama badai salju, dan mengemis untuk diberi makan.
Raccoon dog memang terlihat seperti rakun, tetapi sebenarnya hewan liar ini merupakan keluarga dari Canid, seperti rubah dan serigala dan mereka berasal dari Asia tenggara. Tetapi, 80 tahun lalu para ahli biologi mengatakan bahwa 9000 dari mereka berada di bagian barat Uni Soviet yang diburu untuk diambil bulunya. Anjing rakun ini aslinya bereproduksi dan menyebar luar dari barat ke tengah dan hingga bagian barat Eropa.
Sebagai tambahan, orang-orang mungkin secara bebas dapat menjadikan anjing rakun ini sebagai hewan peliharaan meskipun hewan ini sulit untuk dijinakkan. Baru-baru ini ada dua ekor anjing rakun yang ditemukan di pinggiran kota di Wales, seperti hewan yang sengaja ditinggalkan.
Pygmy Marmoset
Tahun 2016, yang disebut-sebut sebagai tahun monyet untuk masyarakat Tiongkok menjadikan keinginan besar untuk memelihara hewan ini .
Pygmy Marmoset adalah monyet terkecil di dunia dengan berat badan kurang dari 5 ons. Di dalam habitat aslinya, di hutan hujan Amazon, keberadaan mereka terancam, mereka hidup di dalam sebuah kelompok dengan hubungan social yang sangat kompleks. Mereka memiliki kecerdasan dan keingintahuan yang tinggi.
Hewan ini sangat buruk untuk dijadikan sebagai hewan peliaharaan, karena adalah hal yang sangat tidak mungkin bagi para pemilik mereka untuk menyediakan hewan ini lingkungan yang kompleks dan dapat merangsang mereka untuk bersosialisasi seperti di alam liar, sehingga hewan ini sangat mudah mati jika berada di dalam kandang.
Meskipun penjualan hewan ini illegal, monyet yang disebut juga dengan monyet ibu jari ini sudah dijual dalam pet shop di China dengan harga mencapai $4,500.
baca juga : Mata Harimau, Penis Buaya: Menu Makan Malam di Malaysia
Sebuah penelitian terbaru menemukan lebih dari 70 persen dari hewan peliharaan eksotis ini mati hanya dalam enam minggu di tangan para penjual. Banyak hewan yang mati selama penangkapan mereka dari alam liar, dan kemudian masalah tersebut berlanjut ketika hewan-hewan ini sudah sampai ke rumah para pemilik mereka yang baru. "Penyakitan, cedera dan memiliki tekanan psikologis terjadi sejak pertama kali hewan ini diperjual-belikan," kata Clifford Warwick, seorang Ilmuwan konsultan ahli biologi dan kesehatan yang sudah mempelajari penjualan satwa liar sebagai hewan peliharaan selama satu dekade.
Lain kali, ketika kalian melihat sebuah video atau foto dari seekor hewan eksotis yang dijadikan sebagai hewan peliharaan, cobalah untuk mengingat kembali apa yang ada dibelakang semua hal tersebut.
Penulis | : | |
Editor | : | endah trisulistiowaty |
KOMENTAR