Tepat pada 1 Maret 1949 pagi hari, diawali dengan suara Sirene terjadi serangan besar-besaran di jantung Ibu Kota Indonesia saat itu Yogyakarta. Selama kurang lebih enam jam Tentara Nasional Indonesia bersama rakyat berhasil menguasai Ibu Kota Yogyakarta.
Keberhasilan penyerbuan besar-besaran ke jantung ibu kota yang terkenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 ini telah berhasil membuka mata dunia international bahwa Indonesia merupakan negara berdaulat dan masih memiliki Tentara Nasional Indonesia yang kuat.
(Baca juga: Serangan Umum 1 Maret 1949, Bukti Eksistensi TNI Pada Dunia)
Lewat Serangan Umum 1 Maret 1949 inilah akhirnya menguatkan posisi Indonesia di perundingan Dewan Keamanan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa).
Gelegar Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga mampu membuka mata dunia international tak dapat dipisahkan dari peran Radio PC AURI di Kecamatan Playen Gunungkidul.
Di rumah milik Prawirosetomo inilah radio PC AURI memberitakan jika Ibu Kota berhasil dikuasai lewat serangan umum.
Berita itu pun akhirnya terdengar hingga ke penjuru dunia.
Sumarno (60) menjaga musium Radio PC AURI menuturkan, pimpinan penyiaran radio pada tahun 1949 dan berhasil mengabarkan mengenai Serangan Umum 1 Maret adalah, Opsir Udara III, Budiardjo.
(Baca juga: Berebut Radio demi Maklumat Kemerdekaan Indonesia)
Ia mengungkapkan, keberadaan Radio PC AURI di Playen Gunungkidul pun saat itu harus sembunyi-sembunyi dari Belanda.
Agar tidak ketahuan pasukan Belanda yang saat itu mengusai Ibu Kota Indonesia Yogyakarta, box perangkat radio diletakan di belakang rumah tepatnya di bagian dapur. Jika siang hari perangkat radio disembunyikan dengan di "grobog" (tempat penyimpanan padi).
"Belanda waktu itu sering patroli lewat sini, jadi agar tidak ketahuan box di letakan di dapur, lalu saat selesai siaran disembunyikan di grobog," ujar Sumarno saat ditemuiKompas.com, Senin (29/02/2016).
Agar jangkuan pancarannya luas, lanjutnya saat itu antena radio dipasang di atas pohon kelapa. Sehingga ketika akan siaran, petugas saat itu harus memanjat pohon Kelapa untuk memasang antena.
(Baca juga: Kisah Sang Penyebar Berita Kemerdekaan Indonesia ke Penjuru Dunia)
Selesai siaran atau ketika menjelang pagi hari, petugas harus kembali memanjat pohon kelapa untuk melepas antena. Sebab jika tidak dilepas akan ketahuan patroli Belanda.
"Bisa dibayangkan, untuk menyiarkan serangan umum juga seperti itu. Harus memanjat Pohon Kelapa memasang antena agar bisa terpacar luas," urainya.
Menurut dia, dari Radio PC AURI di Kecamatan Playen Gunungkidul berita Serangan Umum, 1 Maret 1949 mulai tersiar.
Berita itu ditangkap dan disiarkan oleh Stasiun Bidaralam, Sumbar, kemudian ke relay AURI Takeungon Aceh, kemudian ke Rangoon-Birma, New Delhi, India, hingga akhirnya ke Washington.
"Jadi siarannya tersebar secara estafet, hingga sampai luar negeri," ujarnya.
Kini rumah berbetuk limasan yang dulu dijadikan tempat PC Radio AURI telah dirubah menjadi museum. Di depan rumah terdapat monemen stasiun Radio PHB AURI- PC-2 yang dibangun pada tahun 1984.
"Monemen ini yang meresmikan Sri Sultan HB IX tahun 1984," ucapnya.
Pria yang telah menjadi penjaga sejak 1992 ini menuturkan, memang saat ini selain monumen Radio PHB AURI- PC-2, hanya ada 12 foto yang terpajang di dalam rumah.
(Baca juga: \'Operasi Perawat\': Misi Rahasia Gerilyawan Republik Indonesia)
Foto tersebut, antara lain dokumentasi saat pembangunan monumen dan peresmiannya.
Sementara untuk perangkat radio yang saat itu digunakan untuk menyiarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 disimpan di musium Jogja Kembali. "Hanya ada foto-foto ini dan monumen. Alat radionya disimpan di museum Jogja Kembali," kata Sumarno.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR