Gerhana Matahari menyambangi seluruh bumi Indonesia, Rabu (9/3/2016). Sebagian kecil daerah bisa menyaksikan Gerhana Matahari total, dan sebagian besarnya hanya melihat Gerhana Matahari sebagian.
Kemeriahan berbagai festival dan antusias warga menyaksikannya menandakan gerhana tak lagi menakutkan, tetapi perayaan bersama. Ribuan warga, baik lokal maupun wisatawan asing ikut bergembira menyaksikan fenomena langka ini.
Gerhana berikutnya di Indonesia baru akan terjadi lagi pada April 2023. GMT juga akan melintasi lagi Indonesia pada 20 April 2042 yang akan melewati Jambi, GMT 24 Agustus 2082 yang melalui Medan di Sumatera Utara, dan GMT 22 Mei 2096 yang melintasi Lampung dan Kalimantan. Sangat langka.
Kagum, haru, terpesona, bercampur aduk. Ketakjuban menyaksikan berubahnya pagi nan terang jadi gelap kembali meski untuk sesaat.
Mereka jadi saksi atas kuasa alam. Fenomena alam tak selamanya menakutkan seperti gunung meletus, gempa atau tsunami, tetapi ada yang bisa dinikmati dan dikagumi.
Namun, mendung bahkan hujan yang melanda sejumlah lokasi gerhana membuat sebagian pemburu gerhana, baik warga, peneliti, maupun turis minat khusus, kecewa. Terlebih, tak sedikit waktu dan dana dikorbankan.
Apa pun hasilnya, Gerhana Matahari kali ini jadi perayaan bagi bangsa Indonesia. Jika pada Gerhana Matahari 11 Juni 1983 warga dipaksa mengurung diri di rumah karena ancaman kebutaan, kini warga bebas menyaksikan fenomena alam langka itu.
Tak hanya itu, berbagai festival, sholat gerhana, syukuran, hingga aneka perayaan lain digelar. Gerhana tak lagi ditakutkan karena dengan teknik dan alat khusus, Gerhana Matahari bisa disaksikan dengan aman. Datangnya kegelapan kini tak dimaknai sebagai tanda bencana.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR