Dini hari 21 Oktober akan jadi kesempatan bagi para pemburu meteor untuk menikmati kehadiran hujan meteor Orionid di langit malam.
Hujan meteor Orionid merupakan peristiwa tahunan saat Bumi melintasi sisa debu ekor komet Halley. Dalam setahun Bumi melintasi area yang dipenuhi sisa debu ekor komet Halley sebanyak dua kali. Yang pertama di bulan Mei saat Bumi dihujan meteor Eta Aquarid dan yang kedua adalah Orionid.
Hujan meteor Orionid berlangsung sejak 2 Oktober dan masih dapat dinikmati sampai tanggal 7 November, meskipun intensitasnya tidak sebanyak saat malam puncak tanggal 21 Oktober. Saat malam puncak atau saat hujan meteor Orionid mencapai maksimum, para pengamat bisa menikmati 15 -20 meteor setiap jamnya.
Hujan meteor Orionid merupakan salah satu hujan meteor yang dengan aktivitas yang cukup tinggi antara 40 – 70 meteor per jam selama 2 – 3 hari berturut-turut. Hujan meteor Orionid pertama kali ditemukan oleh E.C. Herrick (Connecticut, USA) pada kisaran tahun 1839 saat ia membuat pernyataan ambisius bahwa aktivitas hujan meteor tersebut terjadi tanggal 8 – 15 Oktober. Pernyataan yang serupa kembali terlontar di tahun 1840 saat ia berkomentar kalau “waktu yang tepat dari hujan meteor dengan frekuensi yang besar di Bulan Oktober masih belum betul-betul diketahui, namun kemungkinannya aktivitas meteor tersebut bisa ditemukan antara tanggal 8 – 25 Oktober.
Hujan meteor Orionid berlangsung sejak 2 Oktober dan masih dapat dinikmati sampai tanggal 7 November, meskipun intensitasnya tidak sebanyak saat malam puncak tanggal 21 Oktober.
Pengamatan hujan meteor Orionid secara presisi pertama kali dilakukan oleh A. S. Herschel pada tanggal 18 Oktober 1864 saat 14 meteor ditemukan tampak berasal dari rasi Orion. Dan di tahun 1865 tanggal 20 Oktober, Herschel mengkonfirmasi radian hujan Meteor tersebut memang berasal dari Rasi Orion. Analisa data hujan meteor Orionid dari tahun 1984 – 2001 memperlihatkan kalau laju maksimum setiap tahunnya beragam antara 14 – 31 meteor per jam. Periode terkuat terjadi selama 12 tahun di abad ke-20 dan selama tahun 2006 – 2012/2013, di malam puncak, para pengamat bisa menikmati 30 – 70 meteor per jam.
Aktivitas hujan meteor Orionid terendah ini terjadi sejak tahun 2014 dengan kisaran 15 – 20 meteor per jam. Paling banyak yang bisa disaksikan adalah 25 meteor per jam yang diperkirakan oleh International Meteor Organization (IMO) bisa terjadi saat maksimum di tahun 2016 ini.
Puncak hujan meteor Orionid bisa diamati mulai tengah malam sampai jelang dini hari pada tanggal 21 – 22 Oktober 2016. Rasi Orion yang menjadi radian atau arah datang hujan meteor Orionid baru akan terbit pukul 22:00 WIB di arah timur laut. Masalah bagi pengamat tahun ini, Bulan berada dalam fase cembung besar dan baru terbit pukul 22:04 WIB. Dengan kata lain, Bulan dan rasi Orion akan terbit hampir bersamaan dan jadi polusi cahaya alam utama saat pengamatan hujan meteor Orionid.
Selain hujan meteor Orionid, sambil menunggu rasi Orion terbit, pengamat bisa menikmati Venus kala senja sampai bintang kejora ini terbenam pukul 20:04 WIB. Juga planet merah Mars yang tampak setelah Matahari terbenam sampai planet merah ini terbenam di ufuk barat pada pukul 23:14 WIB. Jelang fajar, sambil menikmati hujan meteor Orionid dan Bulan yang terang di langit, pengamat bisa melihat kehadiran planet Jupiter di ufuk timur pada pukul 04:23 WIB, satu jam sebelum Matahari terbit. Jika masih belum beruntung, pengamatan masih bisa dilanjutkan pada tanggal 22 Oktober dini hari. Bulan masih dalam fase cembung besar dan baru terbit setelah Rasi Orion terbit yakni pukul 23:01 WIB.
Nah, supaya bisa memperoleh hasil terbaik, ada baiknya mencari lokasi yang bebas polusi cahaya artifisial atau lampu kota. Kita tidak mungkin menyingkirkan Bulan di langit kan? Siapkan juga jaket, peta bintang, cemilan, kopi panas, dan tentunya alat pemutar musik untuk menemanimu berburu meteor. Jika punya binokuler atau teleskop, siapkan juga untuk menikmati keindahan ketiga planet yang akan terbit sebelum fajar menyingsing.
Clear Sky!
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR