Lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA) di Indonesia semakin terbatas. Pasalnya, sampah plastik yang tidak dapat terurai memenuhi sebagian besar timbunannya.
"Tak ada cara lain untuk menghilangkan sampah plastik, karena tak semuanya dapat didaur ulang. Kalau pun bisa, plastik hanya boleh maksimal dua kali didaur ulang," ujar Principal Engineer Sentra Teknologi Polimer Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Johan A. Nasiri, Selasa (5/4/2016).
Sampai saat ini menimbun sampah di TPA masih menjadi cara utama untuk mengumpulkan sampah plastik. Namun, kata Johan, hal itu belum tentu efektif mengingat bisa membawa bencana.
"Masih ingat bencana longsor TPA di Leuwigajah yang menewaskan 157 nyawa, itu akibat sampah yang ditimbun," lanjut Johan.
Johan berharap Pemerintah Indonesia bisa secepatnya mencari solusi. Pemerintah sendiri sudah mengupayakan kebijakan plastik berbayar sejak 21 Februari 2016. Namun, statistika pengurangan penggunaan belum bisa dibandingkan.
"Satu-satunya cara lain yang efektif, saya kira adalah melakukan pembakaran sampah," tambahnya.
Pembakaran sampah yang ia katakan bukanlah dilakukan perorangan di lahan rumah. Menurut Johan, pembakaran harus dilakukan dengan skala industri. Hal itu karena sampah plastik memerlukan perlakuan khusus.
"Plastik itu mengandung zat berbahaya bila dibakar. Harus ada industri dalam bentuk pabrik sampah yang mengatur bagaimana proses pembakaran sesuai standar keamanan," imbuhnya.
Di antara standar keamanan, Johan menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan.
"Selain alat, suhu yang dipakai saat pembakaran juga harus diperhatikan," terangnya.
Saat membakar sampah kering, lanjut dia, suhu yang dibutuhkan adalah 850 sampai 1100 derajat celcius. Pembakaran itu nantinya akan menghasilkan panas uap dengan tekanan 400 derajat celcius dan bisa menjadi produk listrik 0,67 megawatt per jam tiap ton sampah.
Dengan memperhatikan hal itu, sampah bisa dibakar dengan aman. Bahkan, kemungkinan adanya hujan asam akibat yang ditakutkan bila adanya pembakaran sampah tidak terjadi.
Sayangnya, hingga saat ini, belum ada pabrik sampah di Indonesia. Padahal, timbunan sampah di kota-kota besar semakin menjadi.
"Negara tetangga saja, Singapura sudah memilikinya (pabrik sampah). Kalau di sana, sudah ada jadwal pembakaran. Misalnya, hari ini pembakaran plastik besar, sedangkan besok plastik kecil. Ya, kita bisa belajar dari sana," kata Johan.
Dengan demikian, kata Johan ini sudah saatnya kita melakukan hal yang sama.
"Kalau kita (Indonesia) belum percaya diri (untuk membuat alat sendiri), pemerintah bisa membeli satu saja alat dari luar (negeri) lalu tiru, dan lihat seberapa efektif. Pak Jokowi, kita tunggu pabrik sampah di sini," ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR