Dunia pendakian Indonesia kembali berduka. Salah seorang pendaki dari Tim Kartini Freeport tewas akibat hipotermia (kondisi dimana mekanisme tubuh kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin). Erik Erlangga bersama timnya sedang melakukan perjalanan turun dari Pyramid Carstensz (4.848 meter). Mereka dihadang badai salju semalam (16/4).
(Baca : 10 Catatan Terburuk dalam Tragedi Pendakian Everest)
Erik merupakan anggota pendukung dalam tim tersebut. Tim Kartini Freeport beranggotakan (sebagian besar) para pegawai Freeport bersama para istri mereka. Tim tersebut akan merayakan hari Kartini yang jatuh pada 21 April nanti.
Jenazah Erik dan beberapa anggota tim yang masih hidup sudah dipindahkan ke Tembagapura, kabupaten Mimika dengan Chopper. Tersisa 8 orang perempuan, 8 orang tim pendukung, dan 4 orang Emergency Rescue Group (ERG) dari tim Kartini yang masih dalam proses evakuasi.
Walau Cartensz bukan yang tertinggi di Bumi, namun ia memang memiliki medan yang sulit bahkan untuk pendaki veteran. Pat Morrow dalam bukunya Beyond Everest menyatakan bahwa mendaki Carstensz termasuk sulit, namun Everest tidak. Para pendaki yang tergabung dalam tim Kartini pun bukanlah pendaki pemula, sebelumnya mereka telah beberapa kali mendaki Carstensz.
Puncak Carstensz berada di atas tebing batu setinggi 600 meter. Tidak cukup hanya dengan berjalan untuk mencapai puncak Carstensz, namun juga harus dapat memanjat tebing, menggunakan harness, tali penyambung dengan ascender. Dan kala turun, fasih menggunakan descender.
(Baca pula : Dua Penyandang Disabilitas Ini Patahkan Peraturan Baru Pendakian Everest)
Hanya saja, sesempurna apapun yang dipersiapkan, manusia tidak pernah bisa melawan alam. Cuaca yang dalam sekejap berubah dan tidak bisa diprediksi, seperti pada kasus ini dapat saja suatu saat terjadi lagi. Pada akhirnya, semua pendaki harus siap pada setiap kemungkinan keadaan, bahkan yang terburuk sekalipun.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR