Kejahatan terhadap satwa liar dilindungi kembali terjadi di Indonesia. Sebanyak 34 burung langka, termasuk cendrawasih diselundupkan menggunakan kapal laut.
Penyelundupan tersebut berhasil digagalkan ketika polisi dan petugas Balai Karantina Hewan Tanjung Perak Surabaya menggeledah Kapal Motor Gunung Dempo dari Sorong, Papua Barat, yang berlayar menuju Jakarta dan transit di Pelabuhan Tanjung Perak, Rabu (20/4).
Burung-burung tersebut terdiri dari 1 cendrawasih kepala biru, 3 julang mas, 3 cendrawasih ekor panjang, 6 kakaktua jambul kuning, 10 kakaktua hijau dan 11 kakaktua merah.
"Burung-burung ini diselundupkan dalam kardus dan juga botol," ujar Kepala Seksi Konservasi Surabaya, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur, Eko Setiobudi, seperti dikutip dari BBC Indonesia. Akibatnya, saat ditemukan, delapan burung mati akibat stres dan kekurangan oksigen.
"Kami menangkap dua pelaku," ujar Kepala Polres Pelabuhan Tanjung Perak Komisaris Besar Arnapi, dikutip dari Harian Kompas (22 April 2016). Identitas kedua pelaku yakni CA (25), warga Surabaya dan SL (32), warga Sampang, Madura. Polisi juga mengidentifikasi satu pelaku lain berinisial F yang mencari burung di Papua.
Perdagangan satwa liar marak terjadi karena permintaan terus mengalir dan hasilnya cukup menguntungkan. Cendrawasih kepala biru, misalnya, laku di pasaran seharga Rp 25 juta per ekor, sementara Kakaktua Jambul kuning Rp 10 juta per ekor dan kakaktua hijau atau merah Rp 5 juta per ekor.
Saat diperiksa oleh polisi di Markas Polres Tanjung Perak Kamis lalu, CA mengaku sudah empat kali menyelundupkan satwa liar, sementara SL tujuh kali. SL mengaku mendapat Rp 5 juta untuk operasional dan pemesan. Selain itu, mereka juga dijanjikan akan mendapat komisi lagi hingga Rp 1 juta untuk setiap burung yang berhasil terjual.
Para penyelundup satwa liar dilindungi tersebut terancam hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda Rp 100 juta berdasarkan Pasal 21 UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR