Diberi nama Wulung, pesawat tanpa awak ini adalah yang pertama karya anak bangsa, dikembangkan bersama oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Wulung dirancang sebagai sebuah pesawat tanpa awak dengan kemampuan autopilot, menggunakan struktur komposit modular, ruang akses yang luas dan perakitan yang cepat dan mudah. Dengan sistem autopilot yang terintegrasi di pesawat, Wulung dapat melakukan misi secara otomatis. Tiga misi utamanya adalah intelijen, pengawasan, dan pengintaian.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Andi Alisyahbana mengatakan, Wulung diproduksi dengan menggunakan proses pembuatan dan komponen yang sesuai dengan standar industri penerbangan dan kualifikasi yang berlaku untuk produk pesawat terbang.
“Ini merupakan suatu tipe pesawat yang menjadi trademark Indonesia. Tapi secara teknis pesawat ini akan terus dilakukan improvement. Misalnya saat ini kami baru tes kemampuan jam terbangnya empat jam, kami akan menaikkan kemampuannya menjadi terbang delapan jam seperti yang diharapkan. Tapi itu akan bertahap. Dan dibangun sesuai dengan suatu riset yang bertahap dan step by step, dengan mempergunakan analisa yang tepat," ujarnya baru-baru ini.
Proses produksi si Wulung dimulai sejak tahun 2014. Drone ini mampu terbang hingga radius 100 kilometer dari pusat pengendali, selama 2-3 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga maksimal 5.500 kaki atau 1,7 kilometer.
Wulung juga dilengkapi dengan kamera yang mampu mengambil data video dan foto secara real time dengan kualitas definisi tinggi (HD) dan dilengkapi dengan teknologi infra merah.
Teknologi kamera yang saat ini terpasang bisa mengambil video dan foto secara jelas pada ketinggian antara 3.000 sampai 4.000 kaki. Wulung juga telah melakukan 13 kali uji terbang sertifikasi guna mengetahui kemampuan terbang dan memastikan bahwa seluruh komponen dan peralatannya berfungsi baik.
Manajer Program Wulung, Bona Putravia Fitrikananda mengatakan, saat BPPT menyerahkan riset Wulung, baru sebatas konsep pesawat yang bisa dikendalikan untuk terbang. PTDI kemudian mencoba mengembangkannya sesuai standar industri.
“Pesawat ini didesain dengan tim dari PTDI, tentunya dibantu juga dengan tim dari Balitbang maupun dari BPPT. Dari PTDI-nya sendiri yang tercatat ada sekitar 100 engineer yang akan bekerja di sini untuk merealisasikan dari hasil riset menjadi produk industri," ujarnya.
Sebelum diproduksi, Wulun” telah mendapatkan sertifikat tipe (Type Certificate) dari Otoritas Kelayakan Terbang Militer Indonesia (IMAA).
Sertifikat tersebut diserahkan kepada PTDI pada Selasa (26/4) di kantor PTDI, Bandung. Sertifikat ini menunjukkan bahwa Wulung telah memenuhi regulasi dan siap diproduksi. Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Kelaikan Badan Sarana Pertahanan-Kementerian Pertahanan RI, Laksamana Pertama TNI M. Sofyan.
“Hasil (sertifikat tipe) ini tentu membanggakan kita semua. Termasuk kita ikut bangga ini bisa berhasil. Memang proses ini cukup lama. Dua tahun lebih kurang sampai (sertifikat tipe) ini muncul. Ini sebagai langkah awal dalam pengembangan UAV (unmanned aerial vehicle/ pesawat terbang tanpa awak) yang lebih besar lagi nantinya ke depan," ujarnya.
Sofyan menambahkan pemerintah kemungkinan membutuhkan drone dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah – sesuai perintah Presiden – digunakan untuk mengawasi daerah perbatasan selama 24 jam, seperti di Kalimantan Timur di mana ada 2.000 kilometer garis batas yang harus diawasi.
Produksi si Wulung ini tidak memakan waktu lama karena hanya dibutuhkan waktu enam minggu untuk memproduksi satu drone. Produksi massal akan mulai dilakukan awal Mei 2016 ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR