Penelitian terbaru yang dipublikasikan di Geophysical Research Letter mengungkap bahwa sesar Kendeng aktif dengan pergerakan 5 milimeter per tahun dan menjadi sumber gempa di wilayah Jawa Timur.
Sumber Gempa tersebut berasal dari Sesar Kendeng, patahan yang melintang sejauh 300 kilometer dari selatan Semarang, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.
Riset yang dilakukan oleh pakar tektonik Irwan Meilano dari Institut Teknologi Bandung (ITB), S Susilo dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan peneliti dari Australia National University itu juga mengungkap bahwa Sesar Kendeng adalah "perpanjangan" dari Sesar Flores dan Sesar Wetar yang berada di atas wilayah Nusa Tenggara dan Timor.
Peneliti gempa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, mengapreasiasi temuan tersebut. "Itu memperkaya khazanah pengetahuan kita tentang sumber gempa di Indonesia."
Namun di sisi lain, ia juga mengkritisi hasil riset tersebut. "Masih terlalu dini bila Sesar Kendeng dikatakan sebagai lanjutan dari Flores Thrust. Sesar Kendeng menurut pendapat kami merupakan sistem sesar tersendiri," jelas Daryono kepada Kompas.com, Rabu (27/4/2016).
Daryono mengatakan, Sesar Flores punya sejarah pembentukan yang berbeda dengan Sesar Kendeng. Sesar Flores terbentuk akibat tekanan dari subduksi di selatan Jawa.
Sementara itu, Sesar Kendeng terbentuk akibat mekanisme penekanan atau kompresi keberadaan busur gunung api di zona Jawa Tengah hingga Jawa Timur pada masa mio-pliosen.
Jika Kendeng Thrust dikaitkan dengan Flores Thrust, Daryono mengatakan, perlu ada studi seismisitas termasuk plot hiposenter serta analisis seismo-tektonik (mekanisme sumber) agar diketahui slip vektor dari Kendeng Thrust, dan kesamaan kecenderungannya dengan Flores Thrust.
"Jika analisis ini belum dilakukan, rasanya masih terlalu dini mengatakan Kendeng Thrust sebagai terusan dari Flores Thrust," katanya.
Alasan lain adalah karakteristik gempa di area dekat Sesar kendeng dan Sesar Flores. Sesar Flores yang memanjang hingga utara Bali terbukti telah menimbulkan aktivitas kegempaan yang besar, diantaranya gempa pada tahun 1819 yang mengakibatkan kerusakan banyak bangunan dan tsunami.
"Gempa akibat Sesar Flores itu galak-galak. Sementara selama ini kita tidak mencatat gempa besar akibat Sesar Kendeng," jelas Daryono.
Di luar kritik tersebut, Daryono mengatakan bahwa studi tersebut perlu diapreasiasi dan diperdalam lewat riset berikutnya. Irwan sebelumnya menyatakan bahwa temuannya layak dimasukkan untuk melengkapi peta gempa nasional.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR