Popularitas tato beberapa tahun belakangan ini kian meningkat. Tahun 2015 lalu, survei dari YouGov menyatakan, jika 19 persen penduduk dewasa Inggris memiliki tato. (Baca : Turis Bertato Dibatasi Mandi di Onsen, Jepang)
Sementara itu, survei terbaru dari Amerika Serikat mengklaim jika 29 persen penduduk AS setidaknya memiliki satu tato di tubuhnya, jumlah tersebut naik 21 persen dari empat tahun lalu. Namun, di samping peningkatan jumlah orang yang menato tubuhnya, tak sedikit orang yang menyesal telah merajah tubuhnya dengan seni tato.
Sebab, sebanyak 14 persen penduduk Inggris yang menato tubuhnya mengaku mereka menyesal. Lalu, lebih kurang 23 persen penduduk AS yang memiliki tato berharap tatonya dapat segera dihapus.
Menurut Prof Viren Swami dari Anglia Ruskin University, ada beberapa alasan mengapa seseorang ingin menghapus tato di tubuhnya. Pertama, mereka menghadapi tahapan hidup baru, misalnya, ingin melamar ke profesi tertentu atau memiliki kekasih baru, dan lainnya. Kedua, faktor estetika. Ternyata, banyak orang seiring usia menyesal akan pemilihan grafis atau desain tato yang dibuat semasa muda.
Terakhir, faktor perubahan. Prof Swami mengatakan, "Mungkin saja seseorang membuat tato sebagai simbol hidupnya yang sulit, dan kini mereka tak ingin mengingat masa lalu. Mereka kini adalah orang yang berbeda dengan yang dulu,".
Seorang yang menyesali tatonya adalah wanita bernama Tass Cambitzi. Dia memiliki 18 tato dan sekarang sedang dalam proses menghapus seluruh tatonya. Cambitzi mengaku, tato yang dibuatnya semasa remaja banyak dibuat secara impulsif.
"Ini menghabiskan banyak hal secara emosional, fisik, dan finansial," ujar Cambitzi tentang proses penghapusan tatonya. (Baca pula : Tato yang Bermanfaat Bagi Kulit)
Kulit Cambitzi melepuh setelah proses laser penghilang tato, dari tingkat kesakitan satu sampai 10, Cambitzi menyebut.Rasa sakit dari proses menghapus tato berada di tingkat 11.
Kobarkan Semangat Eksplorasi, National Geographic Apparel Stores Resmi Dibuka di Indonesia
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR