“Yefbino sef nfat wapsuik tok”, kata Onco Dawa setengah berbisik. Dia bicara dalam bahasa asli Wawiyai, meminta izin pulang kepada arwah leluhurnya. Saya mendengar lamat-lamat, angin berbisik dari pucuk tumbuhan rawa menjawab Onco. Sementara jantung saya masih berdegub terpengaruh aura mistis Telur Raja, tempat dimana legenda peradaban Raja Ampat bermula.
Sejak pertama kedatangan kami sejam yang lalu, saya sudah merasakan suasana tak biasa. Udara begitu dingin, padahal langit cerah. Ujung kanopi pepohonan tersiram cahaya matahari, menembus hingga ke dalam kulit. Air bening yang mengalir di Kali Raja terasa sejuk membasahi ujung kaki.
Kendati Onco sudah berpamitan, namun sepertinya saya masih ingin berlama-lama di komplek tersebut. Seolah ada bisikan lain yang memaksa saya untuk tetap menyesap kedamaian ini.
Komplek telur raja telah menjadi tempat keramat bagi warga Raja Ampat. Jalan di dalam komplek telah dibeton. Sebuah balai-balai papan terbuka di sayap kanan telah dibangun sebagai lokasi pertemuan para tetua suku. Berjejer dengan balai-balai, sebuah rumah sederhana berdiri lengkap dengan jendela dengan tirai putih dibagian dalam.
Menyerong ke kiri, berhadapan langsung dengan pintu utama, sebuah bangunan kayu beratap seng dibangun sebagai singgasana Telur Raja. Bangunan itu tampak tergerus usia, tanpa cat dan bahan pewarna. Dua gundukan berbalut kain putih berdiri setinggi lutut tepat di pintu masuk. Telur Raja, diletakkan di tengah bangunan, berselubung tirai putih. Batu-batu menutupi agar tirai tak diterbangkan angin di bagian bawah. Tak seorangpun diizinkan melihat isi tirai itu. Bahkan, Onco hanya menggeleng ketika saya membisikkan pertanyaan.
Kaca mata hitam dan penutup kepala belum boleh dipasang sebelum betul-betul meniggalkan tempat itu. Saya kaget ketika perahu mulai memasuki sungai bercabang yang tenang, Onco meminta saya melepas topi dan kacamata. Tanpa banyak suara, dia hanya memberi isyarat lewat jari tangannya.
Perairan Kali Raja adalah sebuah sungai tanpa penghuni. Pulau-pulau karang seolah muncul dari dalam laut, menjulang tinggi. Banyak pulau dinamai kemiripan bentuknya, ada pulau pensil karena mirip dengan pensil runcing yang tegak dipermukaan air.
Tapi satu pulau kecil menyisakan pantai sempit berpasir putih, Manyai Funuk atau bilik raja. Disanalah kami menanti Marten Dawa, ayah dari Onco. Marten sesungguhnya adalah juru kunci Telur Raja. Dia telah ditetapkan para tokoh adat dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat menjadi penjaga tempat itu. Saya ke kampung Marten untuk meminta izin pada permulaan kedatangan saya, tapi yang bersangkutan sedang tidak berada di rumah. Untungnya Onco diberi kuasa mengantar para tamu yang akan berkunjung ke Telur Raja.
Di Manyai Funuk, sekitar sejam berperahu motor dari Kali Raja, kami menikmati rehat siang. Marten memulai kisahnya tentang legenda Raja Ampat. Manyai Funuk pada zaman dulu merupakan tempat persinggahan para raja sebelum kembali pulang, menemui kedua orang tua dan sudara bungsu yang tak kunjung menetas.
Keempat raja, dikisahkan Marten, merupakan penjelmaan dari telur yang ditemukan oleh seorang perempuan bernama Buku Denik Kapatlot. Sang suami, Aliau Gawan, meminta isterinya merebus telur. Namun sang isteri menolak dan berharap telur-telur itu bisa menetas.
Tak lama, enam telur menetas menjelma menjadi manusia. Lima diantaranya laki-laki dan seorang perempuan. Namun satu jelmaan laki-laki menghilang dan tak ditemukan lagi. Masyarakat percaya dia kembali ke alam gaib. Keempat anak laki-laki yang tersisa diberi nama Klanagi War, Kalanamiyan, Untusan dan Kelimuri. Sementara yang perempuan bernama Pin Tekik.!break!
Orang-orang Fiawat yang tinggal tak jauh dari Kali Raja telah mengakui ketangguhan keluarga ini seiring kekalahan mereka dalam adu tarik tali yang diprakarsai Buku Denik Kapatlot. Orang Fiawat mulanya merasa akan menang karena Buku Denik Kapotlot hanya berdua dengan suaminya. Mereka tak menyadari bahwa penjelmaan telur-telur itu telah ikut membantu pertandingan itu.
“Kami percaya, ada kekuatan lain diluar yang terlihat,” kata Marten.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR