Vaksin merupakan bahan antigenik yang sangat bermanfaaat memperkuat sistem imun terhadap suatu penyakit. Baik untuk orang dewasa atau lebih seringnya ditujukan pada anak-anak. Namun, bagaimana jika ternyata vaksin yang anak-anak terima adalah vaksin palsu? mengingat penyidik dari Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri berhasil membongkar sindikat pemalsu vaksin untuk balita.
Penggeledahan yang dilakukan penyidik berhasil mengamankan barang bukti, yakni 195 saset hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin antisnake, dan sejumlah dokumen penjualan vaksin.
Sudah lama beredar
"Dari pengakuan para pelaku, vaksin palsu sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Sejak kapannya, yaitu sejak 2003," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Agung Setya di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Sampai saat ini, penyidik baru menemukan barang bukti vaksin palsu di tiga daerah, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
Berdasarkan penggeledahan dan pemeriksaan oleh kepolisian, para pelaku menggunakan cairan antitetanus dicampur dengan cairan infus sebagai bahan dasar vaksin palsu tersebut.
"Zat dasarnya dua itu. Cairan infus dan antitetanus. Dia campur, lalu dimasukkan ke dalam botol bekas. Untuk seperti sempurna, ada alat pengemasan dan diberikan label palsu juga. Setelah itu, baru didistribusikan," ujar Agung.
Vaksin ternyata juga tidak dibuat di laboratorium yang higienis, melainkan di sebuah gudang yang diubah menjadi tempat peracikan vaksin.
Dampak anak yang mendapat vaksin palsu
Penyelidikan ini dimulai berdasarkan banyaknya laporan anak yang mengalami gangguan kondisi kesehatannya setelah diberikan imunisasi atau vaksin di beberapa puskesmas daerah. Penyelidik pun mulai menganalisis hal ini.
Terlepas dari kasus kriminal yang dilakukan sindikat. Apa sebenarnya dampak vaksin palsu ini bagi anak ? Vaksinolog dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc-VPCD mengungkapkan, risiko terberat adalah anak akan terkena infeksi. Pembuatan vaksin palsu yang tidak steril dan tidak mengikuti prosedur seperti pembuatan vaksin asli tentu akan menimbulkan banyak kuman dan menyebabkan infeksi.
Gejala infeksi tersebut antara lain demam tinggi disertai laju nadi cepat, sesak napas, dan anak sulit makan. Jika anak hanya demam saja setelah divaksin, orangtua tak perlu khawatir, karena beberapa vaksin memang bisa membuat anak demam.
Menurut Dirga, jika terakhir kali vaksinasi pada dua minggu lalu dan tidak muncul gejala tersebut, kemungkinan besar anak tidak terkena infeksi.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR