Bintang jatuh mungkin menjadi hal yang Anda kagumi saat masih kecil, namun fenomena langit ini juga menjadi sebuah peringatan keras bahwa Bumi tidak sendiri di ruang angkasa, dan sejumlah objek ruang angkasa tersebut bisa saja menjadi sebuah bahaya.
Hujan meteor Perseid, yang muncul pada pertengahan Agustus setiap tahunnya terjadi ketika Bumi dilewati oleh jejak puing-puing yang ditinggalkan komet Swift - Tuttle.
Tahun 1973, berdasarkan kalkulasi orbit objek yang menggunakan observasi terbatas, astronom Brian Marsden di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics memprediksi bahwa Komet Swift-Tuttle akan menabrak Bumi tahun 2126. Namun prediksi mengerikan itu akhirnya tidak terjadi, namun bagaimana jika komet itu benar-benar menabrak planet kita?
"Kami harus membuatnya jelas bahwa hal itu tidak akan terjadi," ujar Donal Yeomans, peneliti senior di NASA\'s Jet Propulsion Laboratory in Pasadena, California, dan penulis "Near-Earth Objects: Finding Them Before They Find Us" (Princeton University Press, 2012), told Live Science.
Ketika komet itu terakhir terlihat pada 1992, Yeomans tengah membuat revisi model pergerakan komet, membuat kalkulasi rumit untuk mengukur efek gravitasi dari matahari dan planet-planet pada objek batuan ruang angkasa.
Dari penampakan tahun 1992, ditambah data-data tahun 1862 dan 1737, menunjukkan bahwa para astronom memiliki cukup informasi untuk menemukan kemungkinan dari tabrakan di tahun 2126.
Perlu diketahui, Komet Swift-Tuttle bukan batu ruang angkasa biasa.
Komet Swift-Tuttle merupakan objek paling besar yang melintasi bumi, ujar Yeomans. Objek tersebut berjarak 16 mil, dan melintasi Bumi setiap 130 tahun, dan bergerak dengan kecepatan 36 mil per detik.
Jika komet menabrak planet, dampak energinya sekitar 300 kali dari asteroid yang menabrak bumi hingga menyebabkan binasanya dinosaurus 65 juta tahun yang lalu. "Itu akan menjadi hari paling buruk bagi Bumi," ujarnya.
Namun ukuran komet atau asteroid tidak menjadi satu-satunya benda yang bertanggungjawab dalam tabrakan kosmik, ujar Gerta Keller, ahli bumi di Princeton University.
Jatuhnya komet ke tanah atau laut mungkin menyebabkan kehancuran di area seitas, namun kehancuran yang sebenarnya datang dari gas yang ada di stratosfer, bagian dari atmosfer Bumi dimana lapisan ozon berada. Sulfur dioksida menyebabkan pendinginan, dan karbon dioksida menyebabkan panas berjangka panjang, tambah Keller. Hal tersebut menyebabkan perubahan iklim yang drastis dan membawa kepunahan massal di seluruh dunia.
Namun Keller juga menjelaskan bahwa sebagian besar Bumi adalah lait. Efek yang diakibatkan mampu berdampak pada laut dalam, seperti erupsi gunung api bawah laut.
Para ilmuwan mengkalkulasi kedatangan komet Swift-Tuttle ke bumi pada 5 Agustus 2126, dari jarak 14 juta mil atau setara dengan 60 kali jarak Bumi ke Bulan.
Penulis | : | |
Editor | : | test |
KOMENTAR