Jejak sepupu manusia yang hilang mungkin bersembunyi dalam DNA manusia modern. Hasil analisis komputer menunjukkan bahwa orang-orang Melanesia— wilayah di Pasifik Selatan, meliputi Papua Nugini dan pulau-pulau sekitarnya—mungkin membawa bukti genetik dari spesies hominid yang telah punah dan tidak dikenali sebelumnya.
Ryan Bohlender, ahli genetika statistik University of Texas MD Anderson Cancer Center yang melaporkan penemuan ini pada pertemuan tahunan American Society of Human Genetics mengatakan, "Spesies misterius ini kemungkinan bukan Neandertal atau Denisova, melainkan kelompok hominin terkait yang berbeda."
Spesies tersebut kemungkinan berasal dari cabang ketiga dari pohon keluarga hominid yang menghasilkan Neandertal dan Denisova, atau bisa dikatakan sepupu jauh Neandertal.
Bohlender bukanlah peneliti pertama yang menduga bahwa sisa-sisa kerabat manusia kuno mungkin terkandung dalam DNA manusia. Pada 2012 silam, kelompok peneliti lain menduga bahwa sekelompok orang di Afrika membawa pusaka DNA dari spesies hominin yang telah punah.
“Siapa kelompok ini, kami tidak tahu. Mereka bisa saja Homo erectus atau Homo florensiensis dari Indonesia yang telah punah,” Willerslev berspekulasi.
Selain itu, kurang dari satu dekade lalu, para ilmuwan juga menemukan bahwa leluhur manusia bercampur dengan Neandertal. Orang-orang di luar Afrika masih membawa sejumlah kecil DNA Neandertal, yang dalam beberapa kasus mungkin menyebabkan masalah kesehatan.
Bohlender dan rekan-rekannya mengkalkulasikan bahwa sekitar 2,74 persen DNA penduduk Papua Nugini berasal dari Neandertal. Selain itu, ia juga memperkirakan jumlah DNA Denisova pada orang-orang Melanesia ada sekitar 1,11 persen, bukan 3-6 persen seperti yang diperkirakan peneliti-peneliti lain.
Saat menyelidiki perbedaan hominin Denisova, Bohlender dan timnya sampai pada kesimpulan bahwa ada kelompok hominin ketiga yang mungkin kawin dengan leluhur Melanesia.
“Sejarah manusia lebih rumit daripada yang kita pikirkan,” ujarnya.
Kesimpulan tersebut juga diperkuat dengan studi oleh kelompok peneliti lain yang dipimpin oleh Eske Willerslev, ahli genetika evolusioner di Natural History Museum of Denmark di Copenhagen.
Tim Willerslev menguji DNA dari 83 orang aborigin Australia dan 25 orang dari populasi asli di dataran tinggi Papua Nugini. Para peneliti itu menemukan DNA mirip Denisova pada partisipan studi. Akan tetapi, DNA itu berbeda dari DNA Denisova yang dikenal dan mungkin berasal dari spesies hominin lain yang telah punah.
“Siapa kelompok ini, kami tidak tahu. Mereka bisa saja Homo erectus atau Homo florensiensis dari Indonesia yang telah punah,” Willerslev berspekulasi.
Meski demikian, ahli genetika evolusioner Mattias Jakobson dari Uppsala University di Swedia berkata bahwa para peneliti tidak mengetahui seberapa beragamnya Denisova. Menurutnya, bisa saja cabang berbeda dari Denisova menjadi kelompok yang kawin dengan leluhur orang-orang Australia dan Papua.
Ahli genetika statistik Elizabeth Blue dari University of Washington juga mengatakan, dengan pengetahuan yang amat minim tentang DNA baru ini, sulit bagi peneliti untuk mengatakan apakah DNA ini benar-benar berasal dari spesies baru yang telah punah.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR