Sebanyak 250 orang turut serta dalam Action With Mangrove (AWM) 3, kegiatan penanaman 2.000 bibit mangrove di pesisir Pulau Panggang, Minggu, (7/5/2017). AWM merupakan kegiatan yang digagas oleh Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
Ada alasan khusus mengapa Pulau Panggang dipilih sebagai lokasi penanaman mangrove. Jumlah penduduk yang sudah tidak sebanding dengan luas wilayah berdampak pada penurunan drastis populasi mangrove. Padahal, mangrove memilliki berbagai fungsi penting, antara lain menyangga pesisir dari badai tropis dan rob, memberi nutrisi pada gugus karang, dan menjadi habitat kaya untuk ikan dan kehidupan liar lain.
Kegiatan penanaman bibit mangrove ini didahului oleh forum diskusi dengan tema “Anak Muda dan Kepedulian Terhadap Pesisir Pulau Indonesia pada Jumat, (5/5/2017). Tujuan diskusi ini, yaitu memberi pembekalan kepada para Aktivis Alam—sebutan untuk peserta AWM, sebelum melaksanakan penanaman mangrove.
Forum diskusi tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber, antara lain Ariefsyah M. Nasution (Ocean Campaigner Greenpeace Indonesia), Chintya Tengens Kastanya (Host Jejak Petualang dan Asisten Deputi II Kantor Staf Presiden RI), serta Ade Rachmi Yuliantri atau Amy (Marine Resilient Specialist of The Nature Concervacy Indonesia). Jurnalis Kompas.com, Wahyu Adityo Prodjo, bertugas sebagai moderator dalam forum tersebut.
Ariefsyah memaparkan bahwa setidaknya ada tiga ekosistem penting yang menjaga kelestarian pesisir, diantaranya terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Menurutnya ketiga ekosistem tersebut sangat mempengaruhi kemampuan adaptasi pesisir dari perubahan iklim.
“Ada tiga ekosistem penting dari sekian banyak ekosistem penting lainnya bagi pesisir, namun the most important ecosystem di pesisir adalah Mangrove seperti yang sedang dikampanyekan, lalu padang lamun dan terumbu karang,” ujarnya.
Sepakat dengan pernyataan Arief, Amy menambahkan bahwa dari hasil penelitian, Lamun dan Mangrove masuk ke dalam ekosistem karbon biru (blue carbon). Karbon biru merujuk pada kemampuan ekosistem laut dan pesisir menjaga keseimbangan penyerapan karbon dan potensi pengurangan emisi gas rumah kaca. Selain itu, menurut Amy mangrove sangat berguna bagi warga pesisir secara ekonomis dan ekologis.
“Pentingnya mangrove bagi pesisir secara ekonomi bisa dimanfaatkan produk-produknya dan juga fungsi ekologisnya bisa menahan abrasi dan tempat hidup hewan-hewan kecil,” katanya.
Sementara itu, Chintya Tengens mengatakan bahwa selama ini, masih banyak anak muda yang melakukan aksi pelestarian demi eksistensi semata.
“Banyak komunitas pecinta alam atau peduli lingkungan, tapi banyak orang didalamnya yang terlibat secara apatis, saya bilang apatis karna (beberapa orang) datang sekali, gabung sekali, foto-foto sekali kemudian di posting di instagram (dengan hastag) Saya Cinta Lingkungan,” tuturnya.
Namun, tindakan sehari-hari mereka justru tak selaras dengan pelestarian alam, misalnya menggunakan kantong plastik semaunya. Ia menambahkan, masih ada banyak hal sepele semacam itu yang terlupakan. Menurut Chintya, kepedulian anak muda terkait isu lingkungan pun masih menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi semua pihak.
Dalam acara penutupan, Ketua Pelaksana AWM 3, Varian Jonathan berpesan kepada seluruh Aktivis Alam untuk terus peduli terhadap lingkungan. Ia berharap, berakhirnya acara AWM 3 tak menjadi akhir kepedulian para Aktivis Alam terhadap lingkungan sekitar.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR