Ada beberapa orangtua menolak untuk memvaksin anaknya karena berbagai alasan. Salah satunya, karena mereka menganggap vaksin tidak efektif mencegah penyakit, bahkan bisa menyebabkan gangguan mental seperti autis dan penyakit kronis. Ini terjadi di Indonesia. Juga terjadi di Amerika Serikat.
Menurut National Committee on Quality Assurance (NCQA), jumlah anak-anak peserta vaksin tahun kemarin turun 3,5 persen dari tahun sebelumnya.
Baca juga: Berapapun Jumlah Rokok Per Hari, Tetap Saja Mematikan
Benarkah vaksin berbahaya untuk anak-anak? Yuk, kita luruskan anggapan-anggapan negatif tersebut di sini.
1. Mitos: Vaksin tidak memberantas penyakit.
Satu-satunya penyakit yang jauh berkurang, bahkan di beberapa tempat tidak lagi ditemukan adalah cacar. Penyakit lainnya datang dan pergi seperti batuk rejan dan campak. Atau polio, di negara-negara berkembang.
Jika Anda berharap vaksin bisa memberantas semua virus selamanya, itu tidak akan terjadi, karena vaksin adalah upaya perlindungan untuk Anda atau anak Anda secara pribadi - bukan untuk memberantas keberadaan virus di dunia ini selamanya.
2. Mitos: Jadwal vaksin yang diberikan dokter terlalu berlebihan banyaknya untuk anak-anak.
Vaksin adalah tantangan sepele jika dibandingkan apa yang dihadapi anak-anak setiap hari. Udara dan lingkungan sekitar anak-anak mengandung bakteri, mikroba dan virus dalam jumlah yang sangat banyak.
Anak-anak terpapar olehnya dan kebanyakan mereka baik-baik saja, kata Paul Offit, Kepala Divisi Penyakit Infeksi dari Rumah Sakit Anak Philadelphia.
Para pakar imunologi di University of California, San Diego, pernah mengadakan percobaan untuk melihat seberapa banyak tantangan imunologi yang bisa dihadapi oleh seseorang yang sehat dalam satu waktu.
Setelah mengevalusi berbagai senyawa dalam vaksin, termasuk bakteri protein, bakteri polisakarida dan berbagai virus, mereka menemukan bahwa anak-anak dapat dengan aman merespon sebanyak 100.000 vaksin dalam dosis terukur, sekaligus.
CDC merekomendasikan anak-anak mendapat hanya 14 jenis vaksin dalam waktu dua tahun.
3. Mitos: Vaksin MMR menyebabkan austis.
Mitos ini dimulai tahun 1998 oleh studi tim Dr. Andrew Wakefield dan dipublikasikan dalam jurnal The Lancet.
Studi tersebut mengevaluasi 12 anak, delapan di antaranya dikatakan oleh orangtua masing-masing, mendapat gangguan perilaku setelah vaksin MMR. Studi ini menyebabkan kepanikan, angka vaksinasi turun dan angka penyakit naik.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR