Kapur barus atau kamper, merupakan rempah berbentuk kristal berwarna putih, agak transparan dengan aroma yang khas dan kuat. Kristal putih tersebut diperoleh dari batang pohon kapur (Dryobalanops aromatica dan Cinnamomum camphora).
Khasiat kapur barus sebagai obat, disebut beberapa kali dalam naskah Ramayana versi Jawa yang ditulis pada abad ke-9. Kapur barus dalam dosis tertentu dapat menghilangkan bau jenazah; dapat diminum untuk mengobati gangguan asam lambung, usus halus, dan perut besar; jika dijilat dan ditelan sedikit dapat menghangatkan badan; serta mencegah serangga di lingkungan tempat tinggal.
Baca juga: Kristal Gunung Berapi Dapat Membantu Ilmuwan Memprediksi Letusan
Selain itu, kapur barus dari jenis Dryobalanops juga dapat mencairkan darah beku pada kasus pembekuan darah atau penyumbatan pembuluh darah pada jantung maupun otak manusia.
Sebutan “kapur barus” merujuk pada Barus, daerah penghasil kamper yang terletak di pesisir barat Sumatra, bagian Tapanuli Tengah. Dahulu, pohon kapur pernah melimpah di Barus dan wilayah sekitarnya. Sayangnya, saat ini pohon kapur semakin langka dan sulit ditemukan.
Dalam laporan penelitian tahun 2017 yang bertajuk Kamper: Hasil Hutan Bukan Kayu yang Semakin Hilang, disebutkan bahwa di pantai barat Sumatra, saat ini pohon kapur hanya dijumpai pada beberapa spot hutan yang tersisa di Subulussalam, Aceh Singkil dan Barus.
“Di Indonesia, jenis D. aromatica sudah jarang ditemukan dan saat ini hanya dijumpai di Kepulauan Riau dan ketiga lokasi yang disebut sebelumnya,” tulis Aswandi dan Cut Rizlani Kholibrina, penulis studi. Penelitian tersebut dilakukan di bawah naungan Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kelangkaan dan terancam punahnya spesies tanaman ini diakibatkan oleh penebangan yang tidak terkendali untuk mendapatkan kristal kapur di dalamnya. Padahal kandungan kapur dalam setiap pohon tidak sama, bahkan terkadang sangat kurang atau tidak ada. Ancaman lainnya diakibatkan oleh kerusakan hutan dan kebakaran hutan serta konversi lahan menjadi kebun kelapa sawit.
Baca juga: Media Sosial Tak Selalu Buruk, Ini Sisi Positifnya Bagi Remaja
Penurunan populasi pada habitat alaminya mengakibatkan D. aromatica dimasukkan dalam daftar merah spesies terancam punah IUCN dengan status Kritis (Critically Endangered). Status ini merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah.
Simak kisah tentang "Mantra yang menyingkap pertalian peradaban Barus dan negeri-negeri nun jauh di seberang lautan" dalam majalah National Geographic Indonesia edisi November 2017.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR