Kisah asmara sosok penyair ternama Indonesia, Chairil Anwar, dihidupkan kembali melalui pentas teater bertajuk Perempuan Perempuan Chairil. Pertunjukan yang digelar oleh Titimangsa Foundation dengan dukungan Bakti Budaya Djarum Foundation ini bertempat di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 11 dan 12 November 2017.
Lakon ini tersaji dalam empat babak, yang menggambarkan hubungan Chairil dengan empat perempuan yakni Ida, Sri, Mirat dan Hapsah. Empat perempuan istimewa, mereka menggambarkan sosok perempuan pada jaman itu.
Ida Nasution adalah mahasiswi, penulis yang hebat, pemikir kritis dan bisa menyaingi intelektualisme Chairil ketika mereka berdebat.
(Baca juga: Apa yang Dipesan Chairil Anwar Setibanya di Batavia?)
Sri Ajati, juga seorang mahasiswi, bergerak di tengah pemuda-pemuda hebat pada zamannya. Ikut main teater, jadi model lukisan, gadis ningrat yang tak membeda-bedakan kawan.
Sumirat, juga seorang yang terdidik yang lincah. Tahu benar bagaimana menikmati keadaan, mengagumi keluasan pandangan Chairil, menerima dan membalas cinta Chairil dengan sama besarnya tapi akhirnya cinta itu kandas.
(Baca juga: Jakarta di Mata Sang Pujangga)
Lalu akhirnya Chairil disadarkan oleh Hapsah, bahwa dia adalah lelaki biasa. Perempuan yang memberi anak pada Chairil ini begitu berani mengambil risiko mencintai Chairil karena tahu lelaki itu akhirnya akan berubah, meskipun itu terlambat, tapi ia tahu Chairil menyadari bahwa Hapsah benar.
(Baca juga: Potret Kegalauan Minke Pada Bunga Penutup Abad)
Empat perempuan yang tak sama, empat cerita yang berbeda. Tanpa mengecilkan arti dan peran perempuan lain, tapi lewat cerita empat perempuan ini kita bisa mengenal sosok Chairil juga dunia yang hendak ia jadikan, serta zaman yang menghidupi dan dihidupinya.
Pementasan ini terinspirasi dari buku berjudul “Chairil” karya Hasan Aspahani. Dari buku itulah Happy Salma dan Agus Noor selaku sutradara menemukan bentuk dan fokus pemanggungan Chairil.
Selain itu, biografi Chairil yang berhubungan dengan sejumlah sosok perempuan yang hadir dalam puisinya, menjadi gerbang untuk memasuki dunia Chairil Anwar. Lengkap dengan kegelisahan hidup dan pemikirannya, serta pertaruhan yang dilakukan
Sutradara pementasan ini, Agus Noor, mengatakan bahwa dengan pendekatan biografi puitik ini, penulisan lakon menjadi memiliki fleksibilitas tafsir, karena tak terlalu terbebani untuk menginformasikan sebanyak mungkin fakta-fakta seputar Chairil.
Fakta-fakta dirujuk untuk mempertegas adegan, percakapan dan konflik. Pergulatan batin dan kegelisahan Chairil (juga tokoh Ida, Sri, Mirat dan Hapsah) menjadi bisa di eksplorasi menjadi sebuah drama.
"Karena bagaimana pun, ini adalah pertunjukan teater yang mestilah memiliki bangunan dramatika atau dramaturgi yang diharapkan memikat,” terang Agus Noor.
(Baca juga: Bunga Penutup Abad Hidupkan Sastra Untuk Generasi Muda)
Teater Perempuan Perempuan Chairil menampilkan aktor terbaik Indonesia yaitu Reza Rahadian sebagai Chairil Anwar, Marsha Timothy sebagai Ida, Chelsea Islan sebagai Sri Ajati, Tara Basro sebagai Sumirat dan Sita Nursanti sebagai Hapsah Wiriaredja.
Kehadiran para pemain pendukung yaitu Sri Qadariatin sebagai Perempuan Malam dan Indrasitas sebagai Affandi, turut memeriahkan pementasan ini.
Sementara itu, Happy Salma, selaku produser mengungkapkan bahwa Chairil Anwar melalui karya-karyanya merupakan cermin sejarah untuk memaknai apa arti kemerdekaan manusia, juga kemerdekaan sebuah bangsa.
(Baca juga: Takdir dalam Naungan Daun Pisang)
"Setidaknya esensi itulah yang mendorong saya mewujudkan mimpi mementaskan perjalanan hidup Chairil Anwar," ungkap Happy.
Ia menambahkan, lewat puisi-puisinya, Chairil Anwar telah mengambil peran yang tak kecil demi memberi tenaga dan makna pada semangat revolusi dan kemerdekaan negeri ini.
"Chairil Anwar mati muda, tetapi karya-karyanya melampaui jamannya. Ia seakan tak pernah mati. Semangatnya selalu ada dan terus hidup bersama kita,"pungkasnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR