Nationalgeographic.co.id - Setiap kali Anda online, orang berlomba-lomba merebut perhatian Anda. Teman-teman, orang asing, bisnis, organisasi politik, lembaga amal, dan situs web berita menyajikan arus konstan gambar-gambar, video dan artikel-artikel yang memikat pandangan, ke mana pun Anda mencari informasi—Google, Twitter, Facebook, Snapchat, Instagram, atau YouTube.
Tapi dalam berlomba mencuri perhatian Anda, tidak semua pemain merasa wajib mengatakan yang sebenarnya—dan Anda tidak selalu bisa mengandalkan platform media sosial untuk menyaring dusta. Hasilnya adalah berita bohong: kabar-kabar yang secara khusus dirancang untuk menyesatkan atau sengaja memberi orang informasi yang salah.
Selama enam bulan yang lalu, saya menjadi bagian sebuah tim peneliti dan produser dari Universitas Salford dan CBBC Newsround yang bekerja untuk memahami dampak berita bohong terhadap anak-anak muda yang hidup di Inggris.
Baca Juga : Kisah Marcel Marceau Menyelamatkan Anak-anak Yahudi dengan Pantomim
Kami berbicara dengan 300 anak muda berusia antara sembilan dan 14 tahun untuk mencari tahu bagaimana mereka menghadapi berita bohong dalam kehidupan mereka sehari-hari, dan dampaknya terhadap mereka sewaktu mereka tumbuh dewasa.
Hasilnya sangat rumit, tetapi kami mendapati bahwa anak-anak muda sangat memerlukan alat untuk membantu mereka melayari perairan gelap media sosial. Yang paling penting, kami dapati anak-anak muda harus bisa mempercayai apa yang mereka dengar dan lihat di sekeliling mereka saat mereka tumbuh.
Jika anak muda tidak mempercayai apa yang mereka baca itu benar, maka kepercayaan mereka akan terkikis—dan kemudian mereka bisa berhenti percaya apa pun. Dalam jangka panjang ini berarti mereka tidak peduli untuk menjadi bagian dari perdebatan besar tentang politik, kebudayaan, dan masyarakat di mana mereka hidup.
Ada sebuah spektrum berita bohong: dari berita yang benar-benar absurd dan tak bisa dipercaya, yang gampang diidentifikasi sebagai kabar bohong, sampai jenis-jenis lebih subtil misinformasi, yang lebih sulit dideteksi.
Who knows what tot believe these days?! Viral agency admits video of female cyclist revenge may be fake - BBC News https://t.co/s3MsyECXs4 pic.twitter.com/JEQBPxUSYr
— Paul Sutton (@ThePaulSutton) February 23, 2017
Jenis kabar bohong kedua dan terselubung ini muncul dalam bentuk editorial, advertorial dan berita-berita yang viral di jagat web. Berita-berita itu tidak mesti absurd atau jelas-jelas salah, tetapi mengandung ketidakbenaran faktual dan gambar-gambar menyesatkan, yang sengaja ditampilkan untuk memutarbalikkan kebenaran.
Tetapi ada cara-cara bagi anak muda untuk membedakan antara berita sebenarnya dan berita bohong, untuk membantu mereka memahami apa yang sesungguhnya terjadi, di sebuah dunia di mana telepon pintar sudah menjadi perpanjangan tangan, mata, telinga, dan otak kita.
Penting sekali menghindari menyebar berita yang Anda tidak yakin kebenarannya. Jika Anda ragu-ragu apakah berita itu sungguhan atau bohong, bicarakan dengan teman atau keluarga Anda untuk mencari tahu pendapat mereka tentang berita itu.
Penelitian kami menunjukkan bahwa anak-anak muda yang membicarakan berita bohong—apa itu, dan apa maksudnya—jauh lebih ahli dalam menentukan apakah suatu berita itu nyata atau bohong. Artinya, penting bagi sekolah-sekolah untuk mulai mengajarkan kepada anak-anak muda bagaimana memahami informasi yang mereka dapatkan secara online.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR