Tidak seperti buaya kerdil yang tinggal di dalam hutan pemakan ikan dan krustasea, jenis di dalam gua biasanya mengonsumsi kelelawar. Faktanya, mungkin ini yang menjadi alasan buaya-buaya tersebut bermigrasi ke jaringan gua.
“Ada sekitar sepuluh ribu kelelawar di dalam gua,” ujar Testa. Ketika para peneliti menganalisis isi perut buaya, mereka menemukan tulang-tulang kelelawar dan bulu yang bercampur dengan jangkrik.
Beberapa buaya jantan besar juga berwarna oranye. Ini tidak mungkin karena mutasi genetik. Kemungkinan besar warna oranye tersebut berasal dari hasil ‘berendam’ dalam kotoran kelelawar.
“Tinja kelelawar sebagian besar mengandung urea. Ketika buaya-buaya tersebut duduk di atasnya, kami pikir itu yang menyamarkan kulit asli mereka,” kata Shirley.
Penghuni awal di dalam gua
Buaya gua ditemukan pertama kali pada 2008 oleh arkeolog Richard Oslisly.
Berapa lama mereka tinggal di sana belum diketahui dengan jelas. Shirley memperkirakan, paling tidak itu ribuan tahun yang lalu ketika buaya-buaya ini mencari gua sebagai tempat perlindungan atau sumber makanan.
(Baca juga: Reptil Bergigi Tajam ini Kerabat Buaya, Benarkah?)
Ratusan generasi dibutuhkan untuk membentuk tanda genetik unik seperti yang mereka miliki. Lagipula, buaya kerdil bisa hidup 50 hingga 100 tahun.
Sebagai tambahan untuk menemukan apa penyebab keunikan populasi ini, Shirley mengatakan, mempelajari buaya gua dapat memberi tahu ilmuwan bagaimana mereka beradaptasi dengan habitat yang tidak ramah tersebut.
Buaya biasanya diurnal (aktif di siang hari) dan bergantung pada sinar Matahari untuk mengatur metabolismenya. Namun, buaya-buaya dalam gua itu bisa bertahan tanpa cahaya sepanjang hidup mereka.
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR