Sejak Proxima b ditemukan mengitari Proxima Centauri pada tahun 2016, tak pelak, sistem ini selalu jadi incaran. Meskipun dekat dalam skala astronomi, jaraknya tetap saja jauh. Jarak 4,25 tahun cahaya bukan jarak yang dekat. Kita harus melakukan perjalanan selama 4,25 tahun dengan kecepatan cahaya untuk bisa tiba di sistem ini.
Meskipun Proxima Centauri ini tetangga terdekat Matahari, selain jauh untuk dikunjungi, ternyata tidak mudah juga untuk menyingkap misteri di sistem ini. Sistem ini masih menyimpan misteri yang siap untuk diungkap.
Ide bahwa sistem bintang Alpha, Beta dan Proxima Centauri memiliki planet sudah mengemuka sejak dahulu. Namun, baru tahun 2012 para astronom memberi indikasi kehadiran planet yang mengitari Alpha Centtauri atau Rigel Kentaurus. Meskipun sempat disambut gegap gempita, planet ternyata merupakan sinyal yang salah, meskipun tetap masih ada kemungkinan bintang yang satu ini memiliki planet.
Baca juga: Proxima Centauri, Bintang yang Semakin Menyerupai Tata Surya
Pada tahun 2016, Proxima b ditemukan dan menarik perhatian karena seukuran Bumi dan bisa menjadi kandidat kembaran Bumi.
Tapi ada masalah lain.
Semburan Angin Bintang Proxima Centauri
Bintang Proxima Centauri adalah bintang katai merah, tipe bintang yang paling umum ditemukan di galaksi Bima Sakti. Bintang katai merah memliki karakteristik lebih kecil dan lebih dingin dibanding Matahari, dan diduga bisa menopang keberadaan planet-planet batuan seukuran Bumi.
Proxima b yang ditemukan memang memiliki kriteria ideal ini. Planet seukuran Bumi di zona laik huni bintang. Kandidat yang cocok untuk planet laik huni. Apalagi jaraknya dekat.
Meskipun tampak ideal, bintang katai merah ini terkenal ganas dan berbahaya bagi planet di seklilingnya. Bintang tipe ini dikenal aktif melepaskan suar atau semburan sinar-x dan sinar ultraungu yang berbahaya bagi planet di sekelilingnya. Apalagi jika planet itu seperti Proxima b yang berada hanya 7,3 juta km dari bintang induknya!
Baca juga: Dua Planet di Trappist-1 Mungkin Bisa Dihuni Manusia
Bukti keberadaan suar berbahaya inilah yang ditemukan tim astronom yang dipimpin oleh Meredith A. MacGregor dari Carnegie Institution for Science, setelah menganalisis data teleskop radio ALMA dari tanggal 21 Januari – 25 April 2017. Hasil pengamatan ALMA memperlihatkan ledakan radiasi partikel berenergi tinggi yang datang dalam bentuk semburan angin bintang yang masif ke arah planet.
Semburan itu tampak bagi ALMA ketika bintang Proxima Centauri mengalami peningkatan kecerlangan 10 kali lebih terang dari suar Matahari paling besar saat diamati pada panjang gelombang yang sama.
Kejadian itu terjadi pada tanggal 24 Maret 2017. Akibatnya kecerlangan Proxima Centauri meningkat 1000 kali lebih terang selama 10 detik. Setelah semburan besar tersebut, masih ada suar kecil yang mengikuti selama dua menit dari 10 jam pengamatan yang dilakukan ALMA.
Suar Bintang (seperti halnya suar Matahari) terjadi ketika medan magnetik bintang mengalami pergeseran dan mempercepat elektron untuk bergerak semakin cepat mendekati kecepatan cahaya. Nah, elektron yang dipercepat ini akan berinteraksi dengan plasma bermuatan tinggi pada bintang. Akibatnya, terjadi ledakan yang menyemburkan radiasi berbahaya ke sekelilingnya.
Baca juga: Alien Lebih Dekat dari yang Kita Duga?
Dari pengamatan ALMA tampaknya Proxima b terkena imbas dari radiasi energi tinggi yang disemburkan bintang Proxima Centauri. Semburan sinar-X dalam skala yang lebih kecil memang selalu terjadi di Proxima Centauri. Tapi, pengamatan ALMA sekaligus memberi indikasi kuat kalau Proxima b sudah mengalami kejadian ini selama miliaran tahun sejak planet tersebut terbentuk.
Suar bintang seperti yang dilihat ALMA ini berbahaya untuk keberlangsungan sebuah planet seperti Proxima b. Suar dasyat tersebut bisa menyebabkan atmosfer dan lautan di Proxima b menguap dan pada akhirnya punah. Permukaan akan mengalami sterilisasi akibat dihantam sinar X secara rutin dan akibatnya, tentu planet ini tidak akan mampu untuk menopang kehidupan di dalmnya. Bahlan bisa jadi kehidupan tak pernah bisa mulai bertumbuh di planet ini.
Penemuan ini sekaligus memperlihatkan kalau syarat laik huni sebuah planet tidak hanya terbatas pada keberadaannya di zona laik huni bintang yang mampu menopang keberadaan air dalam wujud cair.
Catatan Lain dari Pengamatan ALMA
Bulan November 2017, dengan hasil pengamatan yang sama dari ALMA, tim astronom yang dipimpin oleh Gillem Anglada dari Insituto de Astrofisica de Andalucia, menginterpretasi data tersebut sebagai kehadiran piringan atau cakram debu yang mengitari Proxima Centauri.
Piringan debu tersebut diduga serupa dengan Sabuk Asteroid dan Sabuk Kuiper yang ada di Tata Surya. Sabuk debu tersebut dipenuhi pecahan batuan dan es, membentang antara 1 – 4 AU atau sekitar 150 – 600 juta kilometer dari Proxima Centauri dengan massa total seperseratus massa Bumi. Suhunya juga sangat dingin, hanya – 230º C, mirip Sabuk Kuiper di Tata Surya.
Tak hanya itu, tim ini juga memperkirakan keberadaan sabuk debu lainnya di area yang lebih dingin lagi yakni pada jarak 30 AU. Kedua sabuk ini berada lebih jauh dari Proxima b yang jaraknya 0,049 AU atau 7,3 juta km dari Proxima Centauri.
Baca juga: Dapatkah Planet Proxima b Menggantikan Bumi Sebagai Rumah Kita?
Sabuk debu ini sekaligus menjadi petunjuk kemungkinan planet-planet lain di Proxima Centauri. Selain itu, ada indikasi lain untuk keberadaan planet lain di sistem ini yang diamati pada peredupan cahaya Proxima Centauri. Akan tetapi masih perlu konfirmasi dan pengamatan lebih lanjut untuk meamstikannya.
Satu hal yang menarik adalah, dengan data yang sama dua tim berbeda bisa menghasilkan dua kesimpulan yang juga berbeda.
Dari hasil analisis tim MacGregor, hal ini terjadi karena perubahan cahaya dalam data ALMA tersebut dianalisis dengan cara berbeda dan dilihat sebagai perubahan rata-rata yang terjadi bukan perubahan dari waktu ke waktu.
Jadi.. seperti apa kondisi Proxima b? Tampaknya planet ini merupakan planet gersang dan berbahaya untuk kehidupan tanpa cincin debu yang bisa menjadi palung kelahiran planet. Satu hal pasti, masih butuh pengamatan lanjut untuk bisa mengungkap misteri di sistem tetangga kita tersebut.
Artikel ini telah tayang di langitselatan.com. Baca artikel sumber.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR