Nationalgeographic.co.id—Menjadi seorang kaisar Romawi bukanlah tugas yang mudah dan menyenangkan. Sejarah mengungkapkan setidaknya ada 3 kaisar Romawi yang mengalami saat-saat krisis ketika mereka tidak menginginkan posisi itu.
Ketika mendengar kata ‘kaisar Romawi’, orang mungkin langsung terbayang pada kedudukan, harta, dan kekuasaan. Itu adalah posisi dalam sejarah yang menguasai otoritas dan sumber daya yang hampir tak terbayangkan.
Kaisar Romawi disanjung, berkuasa atas ‘hidup dan mati,’ bahkan dianggap sebagai dewa saat masih hidup. “Semua ini menunjukkan bahwa kaisar memiliki kekuasaan, kemewahan, dan prestise yang tidak tertandingi,” ungkap Colin J. Campbell dilansir dari laman The Collector.
Namun, ini hanya satu perspektif. Sebuah studi lebih dekat dapat dengan cepat melihat bahwa ini hanya satu sisi dari mata uang yang sangat kontras. Menjadi seorang kaisar, pada kenyataannya hidup dikelilingi oleh bahaya dan kemungkinan dibunuh. Bahkan menurut sejarah, Augustus, Tiberius, dan Claudius enggan memegang takhta. Apa sebabnya?
Kompleksitas kedudukan kaisar Romawi
Tidak hanya memandang kekuatan kekaisaran, kita juga harus menyeimbangkannya dengan banyak kerumitan yang dimiliki oleh kedudukan ini. Ini termasuk politik mematikan Senat, pemberontakan pemberontak tentara dan tindakan bangsa Romawi yang tidak terduga.
Menjadi seorang kaisar tidak seperti sedang bermain-main di taman yang indah. Seorang kaisar akan berhadapan dengan perang dengan bangsa asing, invasi, bencana dalam negeri (alam dan buatan manusia), plot, kudeta dan pembunuhan. Juga persaingan, bawahan penjilat, fitnah, pencemooh, pencela, ramalan dan pertanda buruk, peracunan, serta penerus yang ambisius adalah bagian dari peran itu.
Ketegangan mematikan politik kekaisaran membutuhkan keseimbangan kekuatan yang kompleks, tak terduga, dan berbahaya. “Itu adalah tindakan penyeimbangan kritis yang terkait dengan kelangsungan hidup, kesehatan, dan umur panjang kaisar,” Campbell menambahkan.
Menjadi kaisar Romawi bukanlah 'pertunjukan yang mudah' dan tentu saja bukan posisi yang diinginkan setiap orang. Dalam periode awal Julio-Claudian, sejarah mengidentifikasi setidaknya 3 tokoh (mungkin lebih) yang tidak benar-benar menginginkan posisi ini sama sekali.
Bagaikan memegang telinga serigala: dilema kekaisaran
Sejarawan Tacitus membuat catatan tentang aspek yang paling penting dari apa artinya menjadi seorang kaisar Romawi:
“Romawi tidak seperti negara primitif dengan rajanya. Di sini kita tidak memiliki kasta penguasa yang mendominasi bangsa budak. Anda dipanggil untuk menjadi pemimpin orang-orang yang tidak dapat mentolerir perbudakan total maupun kebebasan total.”
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR