Meski demikian, pihak kolonial seakan tutup kuping dan tak mau memperbaiki perilaku dan kebijakan politiknya. Tujuan mereka hanya satu: menindas rakyat demi menguasai wilayah negeri ini.
Sindiran untuk para penguasa kolonial juga kerap disampaikan lewat lirik lagu-lagu rakyat. Lagu-lagu ini kerap dinyanyikan oleh rakyat sebagai pelipur lara di tanah jajahan di negeri sendiri.
Cara-cara kreatif untuk menyindir ini tampaknya masih terus menurun pada rakyat Indonesia. Misalnya, ada anak-anak yang meyindir Presiden Jokowi dengan berteriak "Yo Ndak Tahu Kok Tanya Saya" atau juga sindiran lain mengenai memprediksi kebijakan dari kebalikan ucapan Jokowi.
Sindiran-sindiran lain juga muncul dalam bentuk mural dan grafiti yang kerap dihapus oleh aparat, hingga kaos-kaos yang bertuliskan protes. Bahkan, secara parodi, kini ada juga permainan kuis TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) untuk menyindir cara penguasa menyingkirkan pada pejuang anti-korupsi di KPK.
Bagaimanapun, sekali lagi, sindiran adalah sebuah bentuk perlawanan lisan (dan tulisan) dari selemah-lemahnya iman!
Source | : | Kisah-Kisah Edan Seputar Djakarta Tempo Doeloe |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR