Nationalgeographic.co.id—Warga Pulau Shikoku, Jepang, punya gaya hidup berkelanjutan yang mungkin bisa dicontoh negara-negara lain, terutama Indonesia yang punya masalah sampah.
Kota kecil itu adalah Kamikatsu, berpenduduk 1.500 jiwa. Sejak 2003, kota ini menjadi yang pertama di Jepang mendeklarasikan zero-waste. Dulunya, mereka melakukan pembakaran terbuka untuk mengatasi pembuangan, tetapi kini memiliki sistem pembelian, konsumsi, dan pembuangan dengan tujuan mencapai netralitas karbon.
Barang-barang kecil seperti pakaian, didaur ulang oleh masyarakat Kamikatsu. Mereka memiliki fasilitas daur ulang kota Zero Waste Center, di mana penduduk dapat memilah sampah ke dalam 45 kategori yang sembilan di antaranya menyortir ragam produk kertas.
Setelah disortir, sisa-sisa barang lainnya dibuang ke dalam tumpukan untuk insinerator—pembakaran sampah dengan teknologi yang menggunakan bahan organik.
Sistem insentif yang mereka gunakan bisa menjadi pembelajaran bagi kota dan negara lain, di mana orang dapat mengumpulkan poin daur ulang dengan imbalan produk ramah lingkungan. "Ketika penduduk bekerja sama, uang yang digunakan untuk daur ulang berkurang pada saat yang sama, sehingga Anda dapat melihat manfaat dari bekerja sama," kata Momona Otsuka, kepala petugas lingkungan di Zero Waste Center, disadur dari Washington Post.
Pakaian bekas dan barang-barang tak terpakai lagi bisa diletakkan di Zero Waste Center. Toko ini terbuat dari barang daur ulang. Lantainya menggabungkan serpihan kaca dari piring yang disumbangkan, dan lampu gantung di dalam terbuat dari botol kaca bekas. Semua jendelanya pun disumbangkan dari rumah warga. "Kami mencoba untuk menunjukkan ide zero waste melalui arsitektur juga," kata Otsuka.
Di sana jadi toko barang bekas dengan harga gratis bagi orang lain yang ingin mengambilnya dengan menimbang beratnya untuk dicatat, sehingga dapat melacak volume yang gunakan kembali. Januari tahun ini, ada 447 kilogram barang telah dirombak, termasuk barang-barang kecil seperti baterai tak terpakai, gelas sake, pakaian hamil, dan mainan.
Kota ini memiliki tempat pembuatan bir bernama Rise and Win Brewing Co. yang tak menghasilkan limbah, terbuat dari tanaman pertanian yang dibuang karena cacat. Tempat pembuatan bir ini bekerja sama dengan berbagai perusahaan untuk menggunakan bahan makanan sisa. Bahkan, tempat pembuatan bir ini juga terbuat dari bahan-bahan bekas.
Aki Ikezoe, manajer toko Rise and Win Brewing Co. mengutarakan, selama bertahun-tahun pihaknya berusaha mencari cara efisien untuk menyumbangkan sisa-sisa biji0bijian dari pembuatan bir.
Pengomposan yang mereka jalani membutuhkan waktu lama, dan pengiriman pupuk ke petani membutuhkan banyak pekerjaan. Sehingga, tahun lalu, Ikezoe menjelaskan, mereka mengembangkan cara menjadikan biji-bijian bekas jadi pupuk cair, kemudian digunakan untuk menanam jelai untuk bir. "Kami akhirnya mencapai sistem ekonomi sirkular," terangnya.
Bidang pangan pun mereka berprinsip mengurangi limbahnya. Salah satu kafe di sana, yakni Cafe Polestar memiliki kari yang dibuat dengan sayuran lokal. Hidangan ini tersedia untuk mengurangi limbah.
Pasalnya, daun yang digunakan untuk menghias hidangan ini diambil dari perusahaan lokal bernama Irodori. Proyek ini melibatkan 154 keluarga, menurut jurnalis Washington Post Michelle Ye Hee Lee dan Julia Mio Inuma ketika mengunjungi Kamikatsu.
Source | : | Washington Post |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR