Campuran antara selera Tionghoa dan Nusantara tergabung pula dalam beberapa bahan makanan. Udaya menyebut salah satunya adalah kecap. Masyarakat Jawa memperkenalkan kecap manis dari campuran kedelai yang diperkenalkan Tionghoa dengan gula jawa.
"Kecap komponen utamanya adalah soya (kedelai) yang dalam bahasa Tionghoanya dibilang tau. Tau inilah yang dibawa Cheng Ho dalam kapal pertaniannya. Kalau ditanam menjadi taoge, kalau digiling menjadi tahu, busuk saja pun diasinin jadi taoco," jelas Udaya.
Akulturasi membawa beberapa makanan tradisional Tionghoa menjadi khas Indonesia. Beberapa dianctaranya jenis pia seperti bakpia, lumpia, dan popia, yang sebenarnya adalah sejenis pai atau kue kering Tionghoa.
Baca Juga: Naskah Cina-Jawa, Jejak Budaya yang Terlupakan dalam Sejarah
Baca Juga: Mengenal Tionghoa Padang dan Proses Asimilasinya di Sumatra Barat
Baca Juga: Riwayat Nyonya-nyonya Cina di Jawa, Narasi Sejarah yang Terlupakan
Baca Juga: Enting-Enting Gepuk: Camilan Khas Tanda Eksistensi Orang Tionghoa
Adaptasi itu pun mengalami perubahan bentuk berdasarkan di mana sebuah kebudayaan diterima. Bacang, misalnya, yang merupakan makanan khas Tionghoa dengan bahan beras berisi daging. Bacang diadopsi di beberapa daerah di Indonesia dengan perubahan bahan seperti lemper, jaje bantal bali, lepet, arem-arem, dan buras dari Sulawesi Selatan.
Modifikasi budaya Tionghoa dalam akulturasi terjadi juga di bidang kebudayaan. Sebagai contohnya adalah ondel-ondel. Masyarakat Betawi yang merupakan percampuran berbagai suku dan etnis menggunakan ondel-ondel yang sebenarnya diadopsi dari barong Tionghoa.
“Ada inspirasi-inspirasi yang mengubah atau menambahkan. Kalau kita lihat di zaman dulunya ini di Jakarta disebutnya barongan. Itu barongan yang saya yakin ini akulturasi juga dari tiga budaya seperti Bali dan Tionghoa,” ungkap Udaya.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR