Nationalgeographic.co.id—Keinginan umat manusia untuk menciptakan hiburan melalui gambar bergerak dapat dilacak dari garis sejarahnya, maka kita akan melihatnya lukisan tangan purbakala di dinding gua.
Pada abad ke-19 M, penemuan teknologi memungkinkan manusia menciptakan perangkat yang memanfaatkan imajinasi ini. Prancis adalah pusat terobosan dalam animasi. Di negeri ini juga, lahirlah bapak animasi dunia yang akhir hidupnya menyedihkan, Émile Reynaud.
Carol Smith menulis kepada History of Yesterday dalam artikel berjudul This Father of Animation Died Sad, Shunned, and Broke yang terbit pada 23 Juni 2022. Sejak usia muda, Reynaud magang ke bergam profesi: fotografer, ahli instrumen optik, dan desainer industri.
Di Prancis, Reynaud menampilkan animasi lewat lentera ajaibnya sendiri secara gratis kepada muridnya berusia 12 tahun. Sebuah inovasi baru diciptakan ketika ia membuat mainan melalui penglihatan optik untuk muridnya yang bernama Pierre Tixier.
Memasuki tahun 1860-an, satu mainan yang mampu membuat gelombang raksasa pada saat itu—bernama zoetrope. William E. Lincoln telah memberikan paten untuk desain zoetrope pada 23 April 1867.
"Dalam waktu singkat, Milton Bradley & Co., pemilik baru hak tersebut, menjual banyak zoetrop kepada publik yang kala itu sangat antusias dengan ciptaannya," tambah Smith.
Namun, warna dalam gambar zoetrope tidak cukup cerah untuk animasi goresan Reynaud. Dengan kaleng kue bundar sebagai wadah, ia menciptakan sendiri sebuah jenis perangkat animasi barunya, bernama praxinoscope.
Pada 21 Desember 1877, Reynaud akhirnya mematenkan praxinoscope. Dia memasok strip film dan perangkat ke department store Eropa, di mana itu menjadi kisah suksesnya yang komersial.
"Teater praxinoscope, sebuah versi dengan panggung built-in di dalam kotak, memperdalam aspek imersi lebih jauh saat debutnya pada tahun 1879," lanjutnya.
Reynaud tidak berpuas diri. Di tengah semua pekerjaan, ia menciptakan praxinoscope proyeksi. Lampu perangkat ini menerangi gambar transparan, ke cermin, dan kemudian ke layar. Pada tahun 1880, ia menunjukkan ketiga versi praxinoscope kepada Société Française de Photographie.
Di Pameran Dunia Paris, pada tahun 1889, Reynaud mendemonstrasikan kemampuan penemuan berikutnya: théâtre optique.
Sebuah proyektor baru dapat membawa lebih banyak film dengan rodanya yang memutar potongan gambar. Hadir di antara penontonnya adalah sang penemu, Thomas Alfa Edison, yang mungkin akan mengambil inspirasi dari pengalaman ini untuk penemuan karyanya sendiri.
Selama beberapa tahun berikutnya, Reynaud menyempurnakan optik teater lebih lanjut. Pada 11 Oktober 1892, ia menandatangani kontrak dengan tempat Musée Grévin, yang memberinya sepuluh persen dari box office di atas gaji bulanan.
Selama pertunjukan, seorang pianis memainkan soundtrack, yang disusun oleh Gaston Paulin, sementara asisten menyuarakan dialog karakter. Beberapa pertunjukan pertama ini menampilkan film Clown et ses chiens, Pauvre pierrot, dan Un bon bock.
Kisah Clown et ses chiens menampilkan badut dan anjing yang melakukan trik, di Pauvre pierrot seekor badut bersaing dengan musisi untuk mendapatkan perhatian kekasih, dan di Un bon bock seorang pelindung tercengang ketika seorang anak laki-laki meminum birnya.
Penonton yang antusias mengantre untuk membayar harga tiket murah untuk menikmati bentuk hiburan baru ini. Tak satu pun dari film-film tersebut melebihi 15 menit, tetapi Reynaud menayangkan tiga film di setiap pertunjukan untuk memperpanjang waktu tayang.
Di tengah kegemilangannya menampilkan animasi pertama di muka bumi, muncul kompetitornya yang membawa film live-action yang lebih riil kepada publik pada 1895.
Sensasi aksi nyata (bukan animasi atau kartun seperti gambaran Reynaud) ini lebih menarik minat publik. Seolah mata publik tertuju kepada film live-action yang dibuat Lumière bersaudara, animasi Reynaud dengan teater optiknya semakin ditinggalkan dan perlahan mengalami kebangkrutan.
Selama awal 1900-an, Reynaud berusaha menciptakan inovasi baru dengan mengerjakan perangkat stéréo-cinéma. Penemuannya adalah kamera yang dapat menangkap momen untuk menciptakan pengalaman menonton tiga dimensi.
Namun, investor tidak melihat adanya peluang bisnis untuk mendapatkan keuntungan dengan karyanya ini, sehingga stéréo-cinéma membuat penemunya semakin miskin dan semakin tertekan.
Setelah menghabiskan banyak uang dan waktu, stéréo-cinéma menjadi penemuan yang percuma dan membuat Reynaud putus asa. Lantas, ia menjadi sosok yang terlupakan.
Pada tahun 1918, Reynaud meninggal setelah bertahun-tahun hidup miskin di panti jompo dan rumah sakit.
Source | : | History of Yesterday |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR