Nationalgeographic.co.id -Dalam studi baru, peneliti Sorbonne University Alison Rowe dan rekan menggunakan teknik pencitraan 3D non-destruktif untuk menganalisis tiga spesimen Vampyronassa rhodanica yang terpelihara dengan baik dari La Voulte-sur-Rhône, Ardèche, Prancis. Spesies itu diperkirakan berumur lebih dari 164 juta tahun dan merupakan nenek moyang cumi-cumi vampir yang hidup saat ini.
Hasil analisis tersebut telah mereka publikasikan di Scientific Reports dengan judul "Exceptional soft-tissue preservation of Jurassic Vampyronassa rhodanica provides new insights on the evolution and palaeoecology of vampyroteuthids" belum lama ini.
Diketahui, Vampyronassa rhodanica adalah Sefalopoda yang hidup di zaman Jura. Spesies ini dianggap sebagai salah satu kerabat tertua dari cumi-cumi vampir yang masih ada yaitu Vampyroteuthis infernalis.
Berdasarkan hasil analisis, Vampyronassa rhodanica kemungkinan adalah pemburu aktif, cara hidup yang kontras dengan keturunannya yang oportunistik. Para ilmuwan sampai pada kesimpulan ini setelah menganalisis data mikrotomografi fosil langka ini yang diperoleh di ESRF dan Muséum national d'Histoire naturelle di Paris.
Namun, sedikit yang diketahui tentang karakteristik fisik Vampyronassa rhodanica karena tubuhnya jarang ditemukan memfosil karena sebagian besar terbentuk dari jaringan lunak. Jadi spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuatu yang sangat langka.
Terlepas dari kelangkaan spesimen fosil dari famili ini, Alison Rowe, dari Sorbonne University dan rekan-rekannya mampu mempelajari 3 spesimen Vampyronassa rhodanica yang berukuran sekitar 10 cm, dengan delapan lengan kecil, dan memiliki tubuh berbentuk oval memanjang dengan dua sirip kecil.
"Kami menggunakan tomografi sinkrotron di ESRF untuk mengidentifikasi garis besar berbagai fitur anatomi dengan lebih baik," kata Rowe.
Namun, tugas itu menantang, seperti yang dijelaskan Vincent Fernández, ilmuwan di ESRF, bahwa fosil berada di lempengan kecil, yang sangat sulit untuk dipindai. "Selain itu, jaringan lunak terawetkan dengan baik, tetapi kami membutuhkan pencitraan phase-contrast untuk memvisualisasikan variasi densitas samar dalam data," katanya.
"Oleh karena itu, koherensi dari ESRF sangat penting untuk melakukan propagasi phase-contrast computed-tomography dan melacak semua detail kecil, seperti pengisap dan ekstensi kecil berdaging, yang disebut cirri."
Baca Juga: Fosil Cumi-cumi Vampir Langka Ditemukan Kembali Setelah Lama 'Hilang'
Baca Juga: Temuan Menakjubkan: Cumi-cumi Raksasa dan Hiu 'Glow In The Dark'
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR