Nationalgeographic.co.id—Tim ilmuwan Weizmann Institute of Science mengungkapkan metode inovatif dan canggih yang telah mereka kembangkan dan gunakan untuk mendeteksi jejak api nonvisual yang berusia setidaknya 800.000 tahun. Temuan tersebut salah satu bukti paling awal yang diketahui tentang penggunaan api.
Teknik yang baru dikembangkan dapat memberikan dorongan menuju jenis arkeologi yang lebih ilmiah dan berbasis data. Tapi, mungkin yang lebih penting, ini dapat membantu kita lebih memahami asal usul kisah manusia, tradisi kita yang paling dasar, dan eksperimen serta sifat inovatif.
Temuan tersebut telah dipresentasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences dengan judul "Hidden signatures of early fire at Evron Quarry (1.0 to 0.8 Mya" yang telah dipublikasikan secara daring.
Para peneliti mengatakan bahwa di mana ada asap, ada api, dan para peneliti bekerja keras untuk menyelidiki klaim itu, atau setidaknya menjelaskan apa yang dimaksud dengan "asap".
Penggunaan api yang terkendali oleh hominin purba, kelompok yang mencakup manusia dan beberapa anggota keluarga kita yang telah punah, diduga berasal dari setidaknya satu juta tahun yang lalu. Sekitar waktu itu diyakini para arkeolog, Homo habilis memulai transisinya menjadi Homo erectus.
Itu bukan kebetulan, karena teori kerja, yang disebut "hipotesis memasak", adalah bahwa penggunaan api berperan penting dalam evolusi kita. Tidak hanya untuk memungkinkan hominin tetap hangat, membuat alat canggih dan menangkal pemangsa, tetapi juga untuk memperoleh kemampuan memasak.
Memasak daging tidak hanya menghilangkan patogen tetapi meningkatkan pencernaan protein dan nilai gizi yang efisien. Kemudian untuk membuka jalan bagi pertumbuhan otak. Satu-satunya masalah dengan hipotesis ini adalah kurangnya data.
Metode tradisional telah berhasil menemukan bukti luas penggunaan api, yaitu tidak lebih dari 200.000 tahun lalu. Meskipun ada beberapa bukti penggunaan api yang berasal dari 500.000 tahun yang lalu, itu tetap jarang.
"Kami mungkin baru saja menemukan situs keenam," kata Filipe Natalio dari Weizmann's Plant and Environmental Sciences Department dalam pernyataannya.
Bersama-sama mereka memelopori penerapan AI dan spektroskopi dalam arkeologi untuk menemukan indikasi pembakaran terkontrol alat-alat batu yang berasal dari antara 200.000 dan 420.000 tahun yang lalu di Galilea.
"Ketika kami memulai proyek ini," kata Natalio, "para arkeolog yang telah menganalisis temuan ini. dari Evron Quarry memberi tahu kami bahwa kami tidak akan menemukan apa pun. Kami seharusnya bertaruh."
Source | : | PNAS,Weizmann Institute of Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR