Nationalgeographic.co.id—Meneropong jauh dari Pulau Jawa atau Sumatera ke wilayah Timur, Maluku atau Papua, tentunya memiliki zona waktu yang berbeda. Utamanya jika melintas lebih jauh ke negara lain, zona waktunya juga akan berbeda.
Sejarah pembabakan waktu di dunia diperkirakan dimulai sejak tahun 1878, Sir Sandford Fleming dari Kanada mengusulkan sistem zona waktu di seluruh dunia yang kita gunakan saat ini.
"Ia merekomendasikan agar dunia dibagi menjadi dua puluh empat zona waktu, masing-masing berjarak 15 derajat bujur," tulis Matt Rosenberg kepada ThoughtCo. dalam artikel berjudul The History and Use of Time Zones yang terbit pada 2 April 2017.
Pembabakan zona waktu diperlukan karena bumi berputar sekali setiap 24 jam dengan 360 derajat bujur, setiap jam bumi berputar seperempat lingkaran atau 15 derajat bujur. Zona waktu Sir Fleming digembar-gemborkan sebagai solusi jitu untuk mengatasi masalah kacau dalam penentuan waktu di seluruh dunia.
Perusahaan kereta api Amerika Serikat mulai memanfaatkan zona waktu standar Fleming pada 18 November 1883. Pada tahun 1884, Konferensi Meridian Perdana Internasional diadakan di Washington DC untuk menstandardisasi waktu dan memilih meridian utama.
"Konferensi memilih garis bujur Greenwich, Inggris sebagai garis bujur nol derajat dan menetapkan 24 zona waktu berdasarkan meridian utama," tambah Rosenberg.
Saat ini, banyak negara beroperasi pada variasi zona waktu yang diusulkan oleh Sir Fleming. Seluruh Cina (yang seharusnya mencakup lima zona waktu) menggunakan satu zona waktu.
Berbeda dengan Cina, Australia menggunakan tiga zona waktu—zona waktu pusatnya setengah jam lebih cepat dari zona waktu yang ditentukan.
Sama halnya dengan Cina, Indonesia juga terbagi ke dalam tiga zona waktu: Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia Timur (WIT).
Sedangkan, "beberapa negara di Timur Tengah dan Asia Selatan juga memanfaatkan zona waktu setengah jam," lanjutnya.
Zona waktu didasarkan pada segmen garis bujur dan garis bujur yang sempit di kutub, para ilmuwan yang bekerja di Kutub Utara dan Selatan hanya menggunakan waktu UTC. Jika tidak, Antartika akan dibagi menjadi 24 zona waktu yang sangat tipis!
Source | : | ThoughtCo. |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR