Nationalgeographic.co.id—Mungkin tak banyak yang mengetahui bahwa Jepang dan Belanda yang dikenal dengan konfliknya di Indonesia, ternyata telah lama berkerabat. Bahkan, Belanda menerima izin berdagang dari Tokugawa Ieyasu, pada tahun 1603.
Beberapa waktu sebelumnya, pada tahun 1602, Belanda telah mendirikan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). VOC dapat dikatakan sebagai perusahaan pemegang saham pertama di dunia.
Dilansir dari tulisan koresponden Kingdom of Netherlands dalam laman resminya, sebuah artikel diterbitkan. Artikel berjudul Dutch-Japanese relations terbit pertama kali pada 28 April 2017.
Selain berdagang, Kerajaan Belanda memberi wewenang kepada VOC untuk memulai kontak dengan 'penguasa' asing. Izin perdagangan kedua yang diterima menyatakan bahwa Belanda diizinkan untuk berdagang di semua pelabuhan Jepang.
Dalam dokumen yang disimpan di Museum Arsip Nasional Den Haag, menyebut banyak kapal-kapal dagang Belanda yang mulai berlabuh di sepanjang pelabuhan Jepang.
"Belanda pertama kali dapat memenuhi harapan Tokugawa pada tahun 1609, ketika dua kapal membentuk delegasi resmi VOC Belanda pertama ke Jepang," tulis koresponden Kingdom of Netherlands.
Mereka tiba di Hirado dan setelah penyerahan surat resmi dari Maurits, Pangeran Oranye, Belanda mendapat izin resmi untuk membuka pos perdagangan. Pos perdagangan pertama ini didirikan oleh Jacques Specx di pulau Hirado di pantai barat laut Kyushu.
Hirado adalah lokasi yang nyaman untuk berdagang dengan Taiwan dan Cina, tetapi tidak terlalu mengesankan Belanda karena sebagian besar pedagang kaya tinggal di dekat Nagasaki.
Pada periode 1600-1641, Belanda dapat bergerak bebas di seluruh negeri dan menikmati kontak tanpa batas dengan Jepang. Di Hirado mereka mendirikan pengecoran dan membangun sumur.
Mereka terkesan dengan kualitas dan kompetensi perajin Jepang yang sering direkrut Belanda. Namun, pada periode awal perdagangan tidak menguntungkan karena terbatasnya kontak dengan pos-pos VOC lainnya.
Selain itu, Belanda tidak memiliki pusat perdagangan di Cina dan dengan demikian tidak dapat memasok sutra ke Jepang. Masalah ini diatasi dengan pembajakan kapal dagang Portugis yang sarat muatan.
Dapat dimengerti bahwa Portugis mengeluh dan pemerintah Jepang menanggapi dengan melarang pembajakan di perairan Jepang.
Ancaman gangguan menyebabkan Shogun secara bertahap menerapkan kebijakan yang lebih ketat dalam kontak dengan orang asing, baik dengan "Barbar Selatan" (Portugis) dan "Barbar Rambut Merah" (Belanda).
Dengan kosongnya Deshima, keshogunan menemukan cara untuk membatasi kebebasan bergerak Belanda. Pada tahun 1640 mereka akhirnya menemukan alasan yang baik untuk mengurung Belanda di Deshima.
Belanda diminta merobohkan gudang di Hirado dan pindah ke Deshima. Dekrit Shogun berarti Belanda meninggalkan Hirado pada tahun 1641.
"Sejak saat itu selama lebih dari 200 tahun Belanda akan menjadi satu-satunya negara barat yang diizinkan untuk berhubungan dengan Jepang dan Jepang," pungkasnya.
Source | : | Kingdom of Netherlands |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR