Nationalgeographic.co.id—Apa yang dianggap baik dan benar oleh orang di zaman kuno, bisa jadi dipandang sebagai suatu hal yang aneh. Beberapa tindakan di masa lalu mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut di zaman modern. Misalnya di zaman Romawi kuno. Orang Romawi mempraktikkan beberapa aktivitas seksual yang dianggap normal di masa itu. Namun jika hal itu dilakukan di zaman modern, aktivitas seksual orang Romawi bisa saja dianggap sebagai pelanggaran. Ada beberapa bukti mengapa Romawi kuno dianggap sebagai “surga” bagi orang cabul oleh orang di zaman modern.
Pornografi publik
Jika Anda mengunjungi kota Romawi kuno, Anda akan menemukan begitu banyak lukisan atau patung berbentuk lingga. Bangsa Romawi percaya lingga sebagai jimat keberuntungan.
Maka tidak heran jika lingga dapat ditemukan di mana-mana, termasuk tempat umum. Mulai dari perhiasan, lonceng dan lampu, sampai jimat untuk anak. Lukisan atau pahatan lingga ini juga bisa ditemukan di rumah-rumah orang Romawi.
Selain melambangkan keberuntungan, lingga juga bisa menjadi petunjuk lokasi rumah bordil jika dilukis di trotoar.
“Jumlah lukisan erotis di zaman Romawi juga cukup mengejutkan,” ungkap Peter Preskar di laman Medium. Di masa itu, memiliki lukisan dekorasi besar yang menggambarkan posisi seks adalah hal yang normal.
Namun jika dilakukan di zaman modern, Anda mungkin akan dicap sebagai penggila seks. Ketika para arkeolog menemukan Pompeii, mereka dikejutkan akan penemuan sejumlah besar lukisan dinding erotis. Arkeolog itu pun dengan segera menutupinya dengan plester.
Kota-kota Romawi banyak dihiasi dengan grafiti yang sarat dengan konten seksual.
“Jika ada yang mencari pelukan lembut di kota ini, dia harus tahu bahwa di sini semua gadis tersedia.”
Penggambaran yang terang-terangan tentang pedofilia pun bisa ditemukan di cangkir. Bahkan di batu nisan, orang Romawi dengan cermat menuliskan detail kehidupan seksual mereka.
Budak seks
Di seluruh kekaisaran, orang Romawi tidak hanya menggunakan budak sebagai buruh tetapi juga untuk aktivitas seksual.
Source | : | Medium.com |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR