Nationalgeographic.co.id - Selama lima ratus tahun terakhir, orang-orang Roma menyuarakan kebencian mereka terhadap pihak berwenang melalui media yang unik. Kritik itu bisa berbentuk komposisi-komposisi pendek dan syair-syair satir yang mengejek pemerintah, paus, dan perilakunya. Ekspresi ketidakpuasan politik ini dipajang secara anonim di berbagai patung terkemuka di sekitar kota. Maka “patung yang berbicara” ini jadi media unik yang menyuarakan kritik orang Roma pada penguasa.
Di sekitar patung-patung itu, masyarakat biasanya bertemu dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan pribadi mereka dan juga negara.
Penonjolan patung-patung itu membuat suara-suara anonim ini terekspos. Maka diskusi sering kali mengarah ke topik yang “disuarakan” patung. Akhirnya, orang-orang mulai menggunakan patung-patung ini untuk menyuarakan kritik atau pesan. “Fungsinya sama seperti papan buletin di zaman sekarang,” tulis Kaushik Patowary di laman Amusing Planet. Patung-patung ini kemudian dikenal sebagai “Patung yang Berbicara”.
Kritik kepada paus lewat patung
Salah satu paus pertama yang tindakannya menuai kritik keras adalah Paus Nicholas V (1447-55). Nicholas bukan paus yang buruk. Seorang tokoh kunci dalam Renaisans Romawi, Nicholas berperan penting dalam menjadikan Roma rumah sastra dan seni.
Ia memperkuat benteng, memulihkan saluran air, dan membangun kembali banyak gereja. Sang paus juga memerintahkan rencana desain Basilika Santo Petrus. Peran penting dalam mendirikan perpustakaan Vatikan berhasil menyelamatkan ribuan manuskrip dari Turki setelah jatuhnya Konstantinopel. Namun mengapa orang yang begitu berjasa dikritik oleh masyarakat Roma?
Penduduk Roma, bagaimanapun, tidak bisa menghargai karyanya dan berkonspirasi untuk menggulingkan pemerintahan kepausan. Ketika mengetahui rencana itu, Nicholas menangkap para konspirator dan menggantung mereka. Tindakan ini tak ayal mendapat kritik. Puisi pun dibuat untuk menyuarakan kebencian terhadap paus.
“Sejak Nicholas menjadi paus dan pembunuh, darah berlimpah di Roma sementara terjadi kekurangan anggur.”
Tentu saja, patung menjadi media untuk menyuarakan puisi itu.
Patung Pasquino
Dari enam patung yang bisa berbicara di Roma, yang paling terkenal adalah patung bergaya Helenistik yang berasal dari abad ketiga Sebelum Masehi. Patung Pasquino digali di distrik Parione Roma pada abad kelima belas.
Patung ini diletakkan di sudut Palazzo Braschi. Setiap perayaan Santo Markus, Kardinal menyelenggarakan semacam kompetisi sastra Latin dan puisi ditempelkan di patung. Namun di luar hari itu, ada juga yang menempelkan puisi-puisi. Sejak itu, Pasquino menjadi patung yang berbicara pertama di Roma.
Pesan biasanya ditempelkan pada malam hari di bawah kegelapan. Maka ketika orang-orang berkumpul di sekitar patung keesokan paginya, mereka dapat membaca catatan dan tertawa sebelum pesan disingkirkan oleh pihak berwenang.
Untuk mengakhiri praktik tersebut, Paus Adrianus VI (1522-1523) mengancam akan melemparkan Pasquino ke sungai Tiber. “Namun ia berubah pikiran karena takut diejek karena menghukum patung,” tambah Patowary.
Usaha untuk menghentikan praktik pemanfaatan patung
Untuk menghentikan praktik itu, Pasquino pun ditempatkan di bawah pengawasan ketat. Konsekuensinya, masyarakat Roma beralih ke patung-patung lain untuk terus menyuarakan kritik pada penguasa.
Patung kolosal dewa sungai di kaki Capitol Hill, bernama Marforio, segera menjadi patung yang berbicara kedua.
Untuk menambah semangat cercaan kepara para paus, kedua patung itu mulai berbicara satu sama lain.
Marforio pernah bertanya, “Pasquino, mengapa minyak menjadi begitu mahal?”.
Pasquino menjawab, “Karena Napoleon membutuhkannya untuk menggoreng republik dan mengurapi raja.”
Baca Juga: Mengapa Patung-Patung Pria Yunani Kuno Memiliki Penis yang Kecil?
Baca Juga: Perisai Zaman Renaisans yang Dijarah Nazi, Akhirnya Pulang ke Rumah
Baca Juga: Masukkan ke Mulut Singa: Menyampaikan Keluhan di Venesia Era Renaisans
Di lain waktu, patung-patung itu mengejek Camilla, saudara perempuan Paus Sixtus V. Camilla berasal dari keluarga petani, tetapi mulai bersikap seperti seorang wanita bangsawan. Tak ayal, percakapan antara Marforio dan Pasquino pun terjadi.
“Hei, Pasquino, kenapa bajumu kotor sekali? Kamu terlihat seperti pedagang batu bara!” tanya Marforio.
Pasquino menjawab, “Apa yang bisa saya lakukan? Tukang cuci saya telah menjadi seorang putri!”
Salah satu satir paling terkenal berpusat di sekitar Paus Urbanus VIII Barberini (1623–44), yang memiliki perunggu dari Pantheon. Ia melebur perunggu itu untuk digunakan di Basilika Santo Petrus.
Mengkritik tindakannya, seseorang menulis, “Apa yang tidak dilakukan oleh orang barbar, dilakukan oleh Barberini.”
Pada tahun 1679, dengan dalih melestarikan patung antik yang bagus, Marforio ditempatkan di halaman Palazzo Nuovo. Kini, Marforio pun berada aman di sana, jauh dari kritik para warga.
Pasquino masih digunakan sampai hari ini untuk menyampaikan pesan yang mengolok-olok pihak berwenang. Pada tahun 2011, sebagai tanggapan atas skandal seks di sekitar Perdana Menteri Silvio Berlusconi, pesan-pesan mulai muncul.
Isi pesannya antara lain, “Italia bukan rumah bordil” atau “Tubuh Italia tidak untuk dijual.” Ketika Pasquino dibungkus selama restorasi, sebuah catatan muncul, “Anda dapat membungkus Pasquino dengan baik tetapi dia tidak akan pernah diam.”
Kini, kata Pasquinade digunakan untuk menggambarkan sindiran atau cercaan yang disampaikan di tempat umum.
Source | : | Amusing Planet |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR