Nationalgeographic.co.id – Tidak selamanya ancaman bencana bagi Indonesia, bisa datang dari aktivitas geologis seperti gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami. Posisi negeri ini tepat di bawah khatulistiwa, atau lebih luasnya, beriklim tropis yang memungkinkan hujan badai ekstrem bisa terjadi. Salah satu hujan badai yang bisa terjadi adalah squall line (garisan badai) yang muncul akibat perubahan iklim.
Baru-baru ini, keberadaan squall line menjadi peringatan untuk kawasan Jabodetabek. Selama libur nataru 2023, BMKG memperingatkan untuk waspada akan dampak squall line di langit Selat Sunda dan bagian barat Pulau Jawa.
Namun, seperti apa sebenarnya squall line itu?
Menurut Enyclopedia of Atmospheric Sciences, squall line adalah hujan badai “jenis MCS ketinggian menengah yang paling umum dan garis yang parah paling sering terjadi di musim semi, menghasilkan tornado, angin kencang, dan hujan es dua kali lebih banyak daripada MCS yang lebih melingkar.”
Dengan kata lain, badai squall line adalah hujan badai yang berderet dan mengandung petir. Badai ini membentuk lintasan memanjang seperti garis. Erma Yulihastin, ahli klimatologi Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutnya sebagai “jalan tol hujan” pada kasus peringatan badai hujan selama nataru 2023.
"Jalan tol hujan ini tak hanya menjadi penghubung bagi suplai kelembapan kontinu dari laut ke darat, tapi sekaligus menjadi jalan bagi badai untuk mengakumulasikan dan mentransfer energinyua sehingga badai bersifat long-lasting (tahan lama)," terang Erma.
Squall line bisa muncul sebagai kumpulan (massa) awan yang berbentuk kerucut, dengan awan memancar dari puncaknya, contohnya seperti gambar di bawah.
Arah pergerakan badai lebih sering terjadi bergerak pada salah satu sisi, bukan ujung garis. Pergerakan ini bisa dibayangkan seperti pisau yang memotong, bukan menusuk.
Squall line tropis dapat diketahui dengan garis sel konvektif (convective cell) yang kuat dari seratus hingga beberapa ratus kilometer di sepanjang sumbu utamanya. Pada bagian permukaan badai hujan, lintasannya bisa diamati dengan adanya gulungan awan yang jelas dan diikuti oleh badai angin dengan kecepatan 43,2 hingga 90 kilometer perjam.
Baca Juga: Akhirnya Terjawab, Mengapa Kita Lebih Rentan Sakit saat Cuaca Dingin?
Baca Juga: Menumbuhkan Kembali Hutan Hujan Bantu Batasi Perubahan Iklim
Source | : | Science Direct,BMKG,Twitter,Wiley Online Library |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR