Nationalgeographic.co.id—Otobiografi Hitler berjudul Mein Kampf (1925) tetap menjadi salah satu buku best seller, dan bertahan bahkan sampai hari ini. Diyakini bahwa Hitler memperoleh banyak uang melalui penjualan buku ini.
Mein Kampf adalah salah satu sumber penting kekayaan bagi Hitler. Buku ini tidak hanya ditulis sebagai traktat politik, tetapi juga sebagai sumber dana untuk mempertahankan biaya pengadilan pengkhianatan Hitler pada tahun 1924.
"Buku itu diterjemahkan ke dalam 16 bahasa dan terjual hampir delapan juta kopi di seluruh dunia setelah kematian Hitler," tulis Esh kepada Medium dalam artikel berjudul What Happened to Hitler’s Money After His Death? yang terbit pada 21 September 2021.
Menurut Amanda Macias dalam artikelnya kepada Businewly Marriageness Insider (2016), menyebut bahwa "royalti dari penjualan buku tersebut berkontribusi besar pada kekayaan Hitler."
Sebagai Kanselir Jerman, dia dibebaskan dari pajak, yang berjumlah sekitar 400.000 mark Jerman (sekitar $120.000 dalam dolar hari ini).
Pemimpin partai Nazi Jerman ini mendapat untung besar dari bukunya dan tidak perlu membayar sepeser pun pajak, membuat kekayaannya tidak tersentuh selama bertahun-tahun.
Terlepas dari kekayaannya yang sangat besar, pengeluaran Hitler cukup hemat. Dia praktis memilih untuk melepaskan gajinya sebagai kanselir Reich. Bahkan, menurut pelayan pribadinya, sang fuhrer tidak pernah membawa uang saat ia bepergian.
Menurut seorang jurnalis lepas dan pembuat film, Ingo Helm, "Hitler menaruh perhatian besar pada kekayaan yang dia kumpulkan melalui tulisannya dan dari royalti yang dia terima untuk foto-fotonya dalam sebuah prangko."
Dalam memvisualisasi kehidupan sang Fuhrer, Helm menghabiskan waktu lebih dari satu tahun untuk membuat film dokumenter berjudul "Hitler's Money", yang ditayangkan pada tahun 2002.
Royalti Mein Kampf dikelola oleh manajer bisnis Hitler, Max Amann, yang merupakan direktur penerbit otobiografi Hitler—Franz Eher Verlag di Munich—salah satu penerbit paling berpengaruh dan sohor di kalangan Nazi Jerman.
Menariknya, menulis buku membuat Hitler menjadi orang kaya. Mein Kampf memang buku yang populer, tetapi propaganda otoriter memiliki peran penting dalam meningkatkan penjualan buku tersebut.
"Misalnya, ketika Adolf Hitler menjadi pemimpin tertinggi di Jerman, masyarakat setempat harus memberikan salinan Mein Kampf kepada setiap pasangan yang baru menikah," imbuh Esh.
Penerbit tidak pernah menyediakan buku-buku ini secara gratis. Sebaliknya, komunitas lokal akan membelinya untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Fuhrer.
Selama bertahun-tahun, buku tersebut diperkirakan telah menghasilkan $1 juta dalam bentuk royalti. Uang ini digunakan untuk mendanai perluasan retret Alpine Hitler yang dikenal sebagai Berghof dekat Berchtesgaden.
Hitler juga menginvestasikan setidaknya dua juta reichsmark untuk mempercepat rekonstruksi rahasia sebuah istana di Polandia, yang seharusnya menjadi kediaman Fuhrer lainnya.
Salah satu pengeluaran Hitler yang paling signifikan adalah pemberiannya yang mewah yang digunakan untuk membeli loyalitas politisi dan intelektual publik dalam melegitimasi kedudukannya.
Baca Juga: Raibnya Timbunan Emas Hitler dan Konspirasi yang Menyelimutinya
Baca Juga: Einstein Tak Mau Bekerja Untuk Nazi, Sekalipun Ia Seorang Jerman
Baca Juga: Kisah Pencicip Makanan Hitler: Setiap Suapan Bisa Jadi yang Terakhir
Baca Juga: Kesaksian Seorang Bocah Yahudi yang Bertetangga dengan Hitler
Fuhrer memastikan akumulasi kekuasaan melalui segala cara yang memungkinkan, dan kekayaannya menjadi salah satu sumber signifikan demi melanggengkan kekuasaannya. Mein Kampf jadi salah satu pendorong kuatnya cengkraman Hitler dalam kancah politik.
Sampai hari ini, Associated Press akan meluncurkan versi terbaru dari manifesto terkenal pemimpin Nazi itu yang berisi hampir 2.000 halaman. Itu lebih banyak dari versi aslinya karena memuat juga komentar kritis di dalamnya.
Setiap salinan baru akan dibanderol sekitar $64 atau 59 eur—setara dengan Rp.973.440,00 dalam rupiah—saat diluncurkan. Apakah anda berminat untuk membelinya?
Source | : | Medium |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR